Sabtu, 04 September 2010

Bahagia Hidup di Tengah-Tengah Segala Perbedaan

Pluralisme menjadi topik yang kadang bisa dibilang "menarik" namun kadang juga bisa dibilang "sangat sensitif". Dapat dikatakan menarik jika kita bisa berpikir positif mengenai segala keberagaman yang ada di Indonesia ini. Bisa dikatakan sangat sensitif jika kita melihat segala keberagaman yang ada sebagai persoalan yang dapat memecah belah bangsa ini. Sudah sewajarnya kita bangga dengan segala ke-bhineka-an bangsa ini. Banyak suku bangsa di Indonesia, banyak kebudayaan daerah di Indonesia, hingga beragam macam pemeluk agama ada di Indonesia. Mungkin kita tak sadar bahwa keberagaman itulah yang membedakan kita dengan bangsa lain. Bertahun-tahun kita hidup sebagai bangsa dengan penuh keberagaman dan sampai detik ini masih bisa bertahan dengan pluralisme yang ada, bukankah itu hal yang hebat???

Saya prihatin jika melihat perpecahan di antara pemeluk agama. Saya akan sangat tambah terpukul ketika banyak aliran-aliran kepercayaan yang muncul justru menimbulkan kerusuhan. Agama dan kepercayaan memang hal yang paling sensitif untuk dibicarakan. Masing-masing pemeluk agama menganggap agamanya paling benar. Tak ada yang salah dengan anggapan itu karena bagaimana pun juga saya juga senantiasa menerapkan hal itu untuk memperkuat iman saya. Namun jika kita terlalu "fanatik" atau "ekstrim" terhadap agama kita dan sengaja "melecehkan" agama lain, itu baru jadi masalah. Rasa bangga akan agama yang dianut harus diimbangi dengan rasa hormat pada pemeluk agama lain. Saya percaya tak ada agama yang mengajarkan untuk "saling mengganggu" ibadah pemeluk lain. Setiap agama pasti mengajarkan kasih, sukacita, perdamaian, dan hala-hal baik lain.

Sejak kecil saya hidup di antara keberagaman dan segala perbedaan. Masih lekat di ingatan saya ketika saya masih SD dan TK saya lah satu-satunya pemeluk agama Kristen di sekolah saya. Kata-kata seperti Assalamualikum, alhamdullilah, astafiruglah (maaf jika ada salah ejaan, saya kurang tahu) sudah akrab di telinga saya sejak saya TK. Bahkan terkadang saya sangat fasih mengatakan kata-kata itu sehingga tak jarang juga banyak orang mengira saya adalah seorang Muslim. Tak heran jika banyak yang kaget pula waktu mereka tahu saya adalah seorang Nasrani. Saya hanyalah kaum minoritas di negara ini maka sebisa mungkin saya menyesuaikan diri dengan keadaan di bangsa ini. Misalnya saat puasa saya tentu berusaha menghargai yang menjalankan ibadah puasa. Saya ikut mencoba menahan lapar dan haus seperti teman-teman saya. Kadang saya harus mencari tempat yang agak aman untuk sekadar menghilangkan dahaga saya saat bulan puasa. Tiga kali menjalani puasa di kost membuat saya makin bisa menghargai apa puasa itu. Tidak mudah mencari warung makan yang tetap buka selama bulan puasa. Biasanya saya ikut teman-teman kost membeli makan sahur, bedanya makan sahur saya akan saya makan sebelum kuliah. Siang hari saya jarang makan karena malas juga membeli makanan di warung. Awalnya bukan hal mudah untuk menahan rasa lapar di saat puasa. Namun lama-kelamaan saya terbiasa juga. 

Itu seklumit pengalaman saya hidup di tengah pluralisme bangsa ini. Sebenarnya masih banyak lagi hal yang ingin saya bagi, namun ada baiknya hal-hal itu saya simpan dulu untuk ide pembuatan esai saya nanti. Hehehehe.... Intinya, jangan pernah anggap perbedaan di Indonesia sebagai sebuah "ancaman". Pandanglah segala perbedaan yang ada sebagai "keindahan" yang diciptakan Tuhan untuk kita. Janganlah rusak semboyan "Bhineka Tunggal Ika". Seribu suku bangsa, seribu budaya, dan seribu perbedaan di bangsa ini tak akan mampu menghancurkan kita. Biarkanlah segala perbedaan tadi menjadi pondasi dan dasar bagi kita untuk tetap berdiri tegak dan mampu menjadi bangsa yang besar.

"Tuhan membuat kita berbeda agar kita mampu melihat keindahan di balik segala perbedaaan itu.. SATUKAN INDONESIA DENGAN SEGALA PERBEDAAN YANG KITA PUNYA"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 04 September 2010

Bahagia Hidup di Tengah-Tengah Segala Perbedaan

Pluralisme menjadi topik yang kadang bisa dibilang "menarik" namun kadang juga bisa dibilang "sangat sensitif". Dapat dikatakan menarik jika kita bisa berpikir positif mengenai segala keberagaman yang ada di Indonesia ini. Bisa dikatakan sangat sensitif jika kita melihat segala keberagaman yang ada sebagai persoalan yang dapat memecah belah bangsa ini. Sudah sewajarnya kita bangga dengan segala ke-bhineka-an bangsa ini. Banyak suku bangsa di Indonesia, banyak kebudayaan daerah di Indonesia, hingga beragam macam pemeluk agama ada di Indonesia. Mungkin kita tak sadar bahwa keberagaman itulah yang membedakan kita dengan bangsa lain. Bertahun-tahun kita hidup sebagai bangsa dengan penuh keberagaman dan sampai detik ini masih bisa bertahan dengan pluralisme yang ada, bukankah itu hal yang hebat???

Saya prihatin jika melihat perpecahan di antara pemeluk agama. Saya akan sangat tambah terpukul ketika banyak aliran-aliran kepercayaan yang muncul justru menimbulkan kerusuhan. Agama dan kepercayaan memang hal yang paling sensitif untuk dibicarakan. Masing-masing pemeluk agama menganggap agamanya paling benar. Tak ada yang salah dengan anggapan itu karena bagaimana pun juga saya juga senantiasa menerapkan hal itu untuk memperkuat iman saya. Namun jika kita terlalu "fanatik" atau "ekstrim" terhadap agama kita dan sengaja "melecehkan" agama lain, itu baru jadi masalah. Rasa bangga akan agama yang dianut harus diimbangi dengan rasa hormat pada pemeluk agama lain. Saya percaya tak ada agama yang mengajarkan untuk "saling mengganggu" ibadah pemeluk lain. Setiap agama pasti mengajarkan kasih, sukacita, perdamaian, dan hala-hal baik lain.

Sejak kecil saya hidup di antara keberagaman dan segala perbedaan. Masih lekat di ingatan saya ketika saya masih SD dan TK saya lah satu-satunya pemeluk agama Kristen di sekolah saya. Kata-kata seperti Assalamualikum, alhamdullilah, astafiruglah (maaf jika ada salah ejaan, saya kurang tahu) sudah akrab di telinga saya sejak saya TK. Bahkan terkadang saya sangat fasih mengatakan kata-kata itu sehingga tak jarang juga banyak orang mengira saya adalah seorang Muslim. Tak heran jika banyak yang kaget pula waktu mereka tahu saya adalah seorang Nasrani. Saya hanyalah kaum minoritas di negara ini maka sebisa mungkin saya menyesuaikan diri dengan keadaan di bangsa ini. Misalnya saat puasa saya tentu berusaha menghargai yang menjalankan ibadah puasa. Saya ikut mencoba menahan lapar dan haus seperti teman-teman saya. Kadang saya harus mencari tempat yang agak aman untuk sekadar menghilangkan dahaga saya saat bulan puasa. Tiga kali menjalani puasa di kost membuat saya makin bisa menghargai apa puasa itu. Tidak mudah mencari warung makan yang tetap buka selama bulan puasa. Biasanya saya ikut teman-teman kost membeli makan sahur, bedanya makan sahur saya akan saya makan sebelum kuliah. Siang hari saya jarang makan karena malas juga membeli makanan di warung. Awalnya bukan hal mudah untuk menahan rasa lapar di saat puasa. Namun lama-kelamaan saya terbiasa juga. 

Itu seklumit pengalaman saya hidup di tengah pluralisme bangsa ini. Sebenarnya masih banyak lagi hal yang ingin saya bagi, namun ada baiknya hal-hal itu saya simpan dulu untuk ide pembuatan esai saya nanti. Hehehehe.... Intinya, jangan pernah anggap perbedaan di Indonesia sebagai sebuah "ancaman". Pandanglah segala perbedaan yang ada sebagai "keindahan" yang diciptakan Tuhan untuk kita. Janganlah rusak semboyan "Bhineka Tunggal Ika". Seribu suku bangsa, seribu budaya, dan seribu perbedaan di bangsa ini tak akan mampu menghancurkan kita. Biarkanlah segala perbedaan tadi menjadi pondasi dan dasar bagi kita untuk tetap berdiri tegak dan mampu menjadi bangsa yang besar.

"Tuhan membuat kita berbeda agar kita mampu melihat keindahan di balik segala perbedaaan itu.. SATUKAN INDONESIA DENGAN SEGALA PERBEDAAN YANG KITA PUNYA"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar