Rabu, 16 November 2011

Aku, Ego, dan Realita

Aku ini pribadi yang sangat anomali. Kadang sedih saat seharusnya bahagia, kadang ingin menyendiri saat yang lain membuat keramaian untuk memecah kesunyia. Aku jarang peduli dengan apa yang orang katakan tentang aku. Baik buruknya selalu aku tampung, lalu aku filter mana yang penting, buang yang membuat down, kemudian akan melupakan semuanya dalam sekejap. Aku tak peduli perempuan-perempuan suka memakai high heels namun aku tidak. Aku tak peduli teman-temanku begitu suka nge-mall, sementara aku tidak. Kalau perempuan lebih suka berlama-lama Matahari, aku memilih berlama-lama di Gramedia. Aku kadang terlampau jauh dari kata perempuan. Kata orang aku tak ramah, ah aku sungguh tak peduli. Kata orang perempuan butuh perawatan wajah biar mukanya bersih, ah aku tak perlu itu. Aku belum ada dana khusus untuk perwatan segala macam. Cukuplah pembersih muka setiap hari. Aku juga tak mempermasalahkan wajahku yang senantiasa dibakar matahari. Biarlah kulit ini menghitam karena sejak lahir pun aku hitam. 


Kawan, kau tak akan pernah mengerti jalan pikiranku. Aku adalah pemberontak. Pikiranku selalu bertentangan dengan orang lain. Namun aku jarang mendebatkannya, aku lebih suka menyimpannya untukku sendiri dan melakukannya untukku sendiri. Mungkin dari kebiasaan inilah kalian menganggapku pribadi yang begitu cuek dan apatis. Butuh waktu yang agak lama untuk bisa mengerti aku, kawan. Kau bisa lihat aku tersenyum bahagia, hidup seolah tanpa beban, dan selalu membiarkan segalanya let it flow. Sebenarnya aku sama seperti kalian: banyak masalah, banyak pikiran, merasa memiliki beban bertubi-tubi yang tak tahu kapan hilangnya. Bedanya aku tak begitu mempedulikannya. Aku tak pernah berpikir lulus bulan April (namun kalian memikirkannya), aku tak pernah berpikir IPK cumlaude (namun sebagian kalian memikirkannya), aku tak pernah berpikir tak ada nilai C di transkrip (namun kalian memikirkannya), aku tak pernah ngoyo berpikir besok kerja apa (namun kalian selalu sudah merancangnya). Aku cuma manusia yang memegang teguh keyakinan bahwa semua itu ada waktunya. Aku percaya semuanya ini seperti angin malam saja, pasti akan berlalu begitu saja. Aku tak butuh heboh di hadapan kalian bahwa aku sibuk. Cukuplah kalian tahu bahwa aku kadang mulai gila dihadapkan 3 hal: PPK, KP, dan penelitian dengan 3 partner berbeda. Namun kini aku mulai terbiasa. Terbiasa mengerjakannya satu per satu. Terbiasa percaya bahwa semuanya pasti akan selesai. Terbiasa yakin bahwa sedikit usaha lebih berarti daripada hanya "memikirkannya" hingga membuat stress. 


Kadang aku juga ingin sekali memiliki waktu untuk sendiri. Sendirian di kamar. Kalau perlu aku matikan hape seharian biar tak ada yang ganggu. Sayangnya kalau begitu aku terlihat sangat egois. Ya benar, kadang aku mendambakan keegoisan dalam hidupku. Sekali saja aku tak ingin peduli pada orang lain. Sekali saja aku berhenti memikirkan perasaan orang lain. Sekali saja aku ingin menikmati hidup, persetan dengan nasib orang lain. Ya, sekali saja, sehari saja. Ah nampaknya sulit kawan. Ada sahabatku bilang aku ini terlalu baik, terlalu memikirkan nasib orang lain, hingga lupa akan perasaan sendiri. Sulit memang jadi orang baik karena terlalu baik pun juga tak dibenarkan. Aku cuma ingin jelaskan ke kalian bahwa sulit rasanya menyatukan antara ego dan realita. Ketika ego kita besar, kehendak kita begitu menggebu seolah tak ada yang bisa menahan. Saat kita ingin menang sendiri, naluri baik dalam diri kita selalu bicara. Pada akhirnya kau lah yang memilih, kawan. Kau memilih untuk menuruti ego atau hati nuranimu. Kau akan sadari pada saat nanti bahwa egomu akan berkebalikan dengan realita yang terjadi. Itu tandanya kau mengikuti hati nurani. Aku tak bisa bilang ini baik (karena belakangan aku simpulkan bahwa ini adalah hal bodoh). Semua pilihan ada di tanganmu, kawan. Percayalah bahwa menjadi diri sendiri lebih baik daripada menjadi orang lain. Kau perlu mendengar kritik orang lain, tapi jangan semuanya lolos dari filtermu. Filtermu harus baik sehingga kau tahu mana yang harus kau ikuti, mana yang tidak.

1 komentar:

Rabu, 16 November 2011

Aku, Ego, dan Realita

Aku ini pribadi yang sangat anomali. Kadang sedih saat seharusnya bahagia, kadang ingin menyendiri saat yang lain membuat keramaian untuk memecah kesunyia. Aku jarang peduli dengan apa yang orang katakan tentang aku. Baik buruknya selalu aku tampung, lalu aku filter mana yang penting, buang yang membuat down, kemudian akan melupakan semuanya dalam sekejap. Aku tak peduli perempuan-perempuan suka memakai high heels namun aku tidak. Aku tak peduli teman-temanku begitu suka nge-mall, sementara aku tidak. Kalau perempuan lebih suka berlama-lama Matahari, aku memilih berlama-lama di Gramedia. Aku kadang terlampau jauh dari kata perempuan. Kata orang aku tak ramah, ah aku sungguh tak peduli. Kata orang perempuan butuh perawatan wajah biar mukanya bersih, ah aku tak perlu itu. Aku belum ada dana khusus untuk perwatan segala macam. Cukuplah pembersih muka setiap hari. Aku juga tak mempermasalahkan wajahku yang senantiasa dibakar matahari. Biarlah kulit ini menghitam karena sejak lahir pun aku hitam. 


Kawan, kau tak akan pernah mengerti jalan pikiranku. Aku adalah pemberontak. Pikiranku selalu bertentangan dengan orang lain. Namun aku jarang mendebatkannya, aku lebih suka menyimpannya untukku sendiri dan melakukannya untukku sendiri. Mungkin dari kebiasaan inilah kalian menganggapku pribadi yang begitu cuek dan apatis. Butuh waktu yang agak lama untuk bisa mengerti aku, kawan. Kau bisa lihat aku tersenyum bahagia, hidup seolah tanpa beban, dan selalu membiarkan segalanya let it flow. Sebenarnya aku sama seperti kalian: banyak masalah, banyak pikiran, merasa memiliki beban bertubi-tubi yang tak tahu kapan hilangnya. Bedanya aku tak begitu mempedulikannya. Aku tak pernah berpikir lulus bulan April (namun kalian memikirkannya), aku tak pernah berpikir IPK cumlaude (namun sebagian kalian memikirkannya), aku tak pernah berpikir tak ada nilai C di transkrip (namun kalian memikirkannya), aku tak pernah ngoyo berpikir besok kerja apa (namun kalian selalu sudah merancangnya). Aku cuma manusia yang memegang teguh keyakinan bahwa semua itu ada waktunya. Aku percaya semuanya ini seperti angin malam saja, pasti akan berlalu begitu saja. Aku tak butuh heboh di hadapan kalian bahwa aku sibuk. Cukuplah kalian tahu bahwa aku kadang mulai gila dihadapkan 3 hal: PPK, KP, dan penelitian dengan 3 partner berbeda. Namun kini aku mulai terbiasa. Terbiasa mengerjakannya satu per satu. Terbiasa percaya bahwa semuanya pasti akan selesai. Terbiasa yakin bahwa sedikit usaha lebih berarti daripada hanya "memikirkannya" hingga membuat stress. 


Kadang aku juga ingin sekali memiliki waktu untuk sendiri. Sendirian di kamar. Kalau perlu aku matikan hape seharian biar tak ada yang ganggu. Sayangnya kalau begitu aku terlihat sangat egois. Ya benar, kadang aku mendambakan keegoisan dalam hidupku. Sekali saja aku tak ingin peduli pada orang lain. Sekali saja aku berhenti memikirkan perasaan orang lain. Sekali saja aku ingin menikmati hidup, persetan dengan nasib orang lain. Ya, sekali saja, sehari saja. Ah nampaknya sulit kawan. Ada sahabatku bilang aku ini terlalu baik, terlalu memikirkan nasib orang lain, hingga lupa akan perasaan sendiri. Sulit memang jadi orang baik karena terlalu baik pun juga tak dibenarkan. Aku cuma ingin jelaskan ke kalian bahwa sulit rasanya menyatukan antara ego dan realita. Ketika ego kita besar, kehendak kita begitu menggebu seolah tak ada yang bisa menahan. Saat kita ingin menang sendiri, naluri baik dalam diri kita selalu bicara. Pada akhirnya kau lah yang memilih, kawan. Kau memilih untuk menuruti ego atau hati nuranimu. Kau akan sadari pada saat nanti bahwa egomu akan berkebalikan dengan realita yang terjadi. Itu tandanya kau mengikuti hati nurani. Aku tak bisa bilang ini baik (karena belakangan aku simpulkan bahwa ini adalah hal bodoh). Semua pilihan ada di tanganmu, kawan. Percayalah bahwa menjadi diri sendiri lebih baik daripada menjadi orang lain. Kau perlu mendengar kritik orang lain, tapi jangan semuanya lolos dari filtermu. Filtermu harus baik sehingga kau tahu mana yang harus kau ikuti, mana yang tidak.

1 komentar: