Sabtu, 30 Oktober 2010

Good Place by David Archuleta



Saat sedang belajar Bahasa Indonesia untuk UTS besok, saya iseng-iseng memutar lagu dari album baru David Archuleta, The Other Side of Down, judulnya Good Place. Entah mengapa semakin lama saya semakin suka dengan lagu ini. Liriknya sederhana, musiknya juga sederhana, entah apa yang membuat saya suka.....


I don't know what I'm doing here
How I landed in this space
But it's a good place

And I don't wanna mess it up
Make mistakes or say too much
'Cause it's a good place

You find it
You hold it
You feel its grace

These are words I wanna say
Every hour of every day
These are words that say how good it feels
To be here with you today
I hope it's not too late (I hope it's not too late)
I hope it's not too late

I've been silent up to now
I've been going with the flow
Wherever that goes

But something's screaming down inside
Makes me want to close my eyes
And hear the echo

You find it
You know it
Don't make it wait

These are words I wanna say
Every hour of every day
These are words that say how good it feels
To be here with you today
I hope it's not too late

'Cause I don't wanna waste another summer
I don't wanna wait until I fall
I could be a memory tomorrow
I could be nothing at all

I don't know what I'm doing here
How I landed in this space
But it's a good place

These are words I wanna say
Every hour of every day
These are words that say how good it feels
To be here with you today
I hope it's not too late

Oh, yeah
I hope it's not too late



(@Rumah Ganten, Magelang on 01:12 p.m.)

Saling Menghargai dan Toleransi, Kunci Keberhasilan Membangun Keberagaman


...sebuah esai yang tak menang dalam perlombaan... namun sengaja saya publikasikan untuk menyampaikan segala uneg-uneg saya tentang Bhineka Tunggal Ika... semoga bermanfaat


 
Tuhan menciptakan Indonesia sebagai bangsa yang besar. Besar kepulauannya, besar kekayaan alamnya, hingga besar jumlah penduduknya. Dari sekitar 200 juta penduduk di Indonesia, terdapat ragam budaya serta adat istiadat yang kompleks. Indonesia memiliki sekitar 1.128 suku bangsa (data dari BPS hingga akhir Februari 2010) yang tersebar hampir di seluruh kepulauan. Sudah selayaknya sebagai generasi muda, kita bangga akan keberagaman yang ada di Indonesia. Mungkin hanya di Indonesia lah kita bisa melihat ragam warna kulit, ragam bentuk mata, ragam bentuk rambut, hingga ragam dialek. Indonesia kaya akan budaya yang bukan hanya berbeda tiap propinsi, kadang meski masih satu propinsi budaya yang dimiliki masing-masing daerah pun beragam. Contohnya, bahasa Jawa yang dipakai di daerah Yogyakarta akan berbeda jika dibandingkan dengan dialek bahasa Jawa orang-orang Semarang. Ada juga daerah seperti Kebumen, Brebes, Tegal, atau Probolinggo yang dialek Jawanya sangat khas “ngapak”. Itu baru contoh yang berasal dari satu suku (suku Jawa) dan satu propinsi (Jawa Tengah), tentu masih banyak lagi ragam budaya yang dimiliki daerah-daerah di Indonesia. Bukan hanya suku bangsa atau pun adat istiadat saja yang beragam, setidaknya ada enam kepercayaan (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, serta Konghuchu)  yang diakui di Indonesia. Berangkat dari segala keberagaman itulah bangsa Indonesia masih bisa bertahan sampai sekarang.
Salah satu semboyan bangsa Indonesia yang begitu fasih kita kenal adalah Bhineka Tunggal Ika yang berarti “walaupun berbeda-beda namun tetap satu juga”. Ciri khas Indonesia sangat nampak dari semboyan tadi. Bangsa Indonesia dipersatukan melalui ribuan suku bangsa yang ada, ribuan budaya yang berbeda, serta ragam kepercayaan yang dianut. Bahkan sebaris lirik lagu Kahitna dengan judul Bumi Indonesia pun seolah menceritakan kebanggaan akan bangsa ini: “..seribu perbedaan tak mengubah bangsaku, kejayaan hanya untuk bumi Indonesia...”. Saya sendiri merasa sangat bersyukur saat Tuhan menetapkan saya untuk lahir dan hidup di Indonesia. Saya belajar banyak hal dari kebragaman di sini, terutama dalam hal saling menghormati. Indonesia memiliki masyarakat yang begitu ramah dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Meski hidup dengan segala perbedaan (baik budaya maupun agama), masyarakat Indonesia tak pernah menganggap perbedaan itu sebagai masalah melainkan sebagai bagian dari kekayaan dan keunikan Indonesia.
Namun belakangan ini ada beberapa kelompok yang nampaknya mulai mencederai makna Bhineka Tunggal Ika. Salah satu contoh yang baru saja terjadi adalah kejadian yang menimpa jemaat Gereja HKBP Bekasi pada bulan Agustus 2010 silam. Sekelompok orang melarang para jemaat Gereja HKBP untuk melakukan ibadah di hari Minggu. Tak jelas apa motif dari tindakan itu. Selain itu penyebab adanya pelarangan ibadah pun masih simpang siur. Buntut dari masalah ini nampaknya melebar bahkan mulai menjalar ke masyarakat pada umumnya. Beberapa komentar yang muncul pada situs-situs internet yang memberitakan kasus ini sungguh memprihatinkan. Perang argumen dan lontaran kata-kata kotor menjadi penyedap berita ini. Sungguh sangat disayangkan mengapa masyarakat ini masih sangat mudah tersulut emosi dan mulai melupakan nilai-nilai toleransi yang ada. Bukan hanya soal agama saja yang menjadi hits akhir-akhir ini, kerusuhan yang masih sering terjadi di Ambon, Maluku, maupun Papua juga menjadi bukti mulai terkikisnya rasa kebanggaan akan keberagaman di Indonesia.
Saya rasa akar dari segala masalah yang berhubungan dengan keberagaman tadi adalah kurangnya rasa saling menghormati di antara sesama. Selama 20 tahun hidup di Indonesia saya tak mengalami banyak masalah tentang keberagaman. Saya seorang Nasrani dan saya sudah terbiasa hidup  sebagai kaum minoritas. Mayoritas penduduk di Indonesia merupakan Muslim dan sudah hal yang wajar jika orang-orang terdekat saya pun kebanyakan juga Muslim. Sejak TK sampai sekarang saya sudah terbiasa dengan kata-kata seperti Assalamualikum, Astagfiruglah, Alhamdulilah, dan masih banyak “kata-kata” yang sering dipakai umat Islam. Saat saya duduk di bangku TK dan SD, saya merupakan satu-satunya penganut agama Kristen. Awalnya saya sempat minder dan risih, namun lama-kelamaan saya terbiasa juga hidup di sekeliling umat Muslim. Saya juga tak sungkan membalas sapaan assalamualikum dengan walaikumsalam (bagi saya sapaan itu sama dengan kata Syaloom yang dipakai sehari-hari di Gereja, hanya saja assalamualikum merupakan bahasa Arab). Saya jamin sebenarnya Islam dan Kristen itu mampu hidup berdampingan. Tahun ini saya melewatkan bulan Ramadhan di kost dan saya bisa menghormati ibadah teman-teman kost saya. Setiap waktu sahur sekitar pukul 03.00 saya ikut teman-teman saya membeli makan sahur. Tanpa saya sadari saya juga kadang ikut-ikutan puasa seperti yang lain. Tak jarang pula saya sering ikut acara buka bersama dengan teman-teman. Intinya, meski lahir sebagai minoritas namun saya bisa merasakan hidup bahagia bersama kaum mayoritas. Perselisihan tak akan timbul jika kita mampu menempatkan diri kita dengan tepat dan mau menghargai sesama kita. Rasa bangga akan agama yang kita anut memang penting, namun jangan sampai kebanggaan  tadi mampu melecehkan pemeluk agama lain.
Cerita saya di atas hanya bagian dari seklumit kisah toleransi yang ada. Ada lagi satu kisah yang mungkin bisa membuka mata kita akan indahnya keberagaman. Setelah lulus SMA saya melanjutkan studi saya ke Universitas Diponegoro Semarang. Di tempat ini lah saya bisa melihat keanekaragaman budaya Indonesia. Saya menjumpai banyak orang di kampus mulai dari orang Jawa, orang Sunda, sampai orang Batak. Awalnya saya geli mendengar logat bicara teman saya yang berasal dari Bima. Selain logatnya yang begitu aneh di telinga saya, cara bicara teman saya yang begitu keras tak jarang membuat saya harus menutup telinga. Teman saya yang dari Batak juga hampir sama gaya bicaranya dengan orang Bima (keras dan lantang. Kadang gayanya terkesan “menggurui”). Lain lagi dengan orang Sunda yang begitu halus dalam bicara dengan bahasa Sunda (tentu saja bahasa Sunda juga agak lucu di telinga saya). Ada juga teman saya yang meski sama-sama fasih berbahasa Jawa, namun kosakata kami sangatlah berbeda. Orang-orang Semarang jauh lebih fasih berbicara “bahasa Jawa ngoko” ketimbang “bahasa Jawa krama inggil” (bahkan kebanyakan dari mereka tidak bisa memakai “bahasa Jawa krama inggil”). Bahasa Jawa orang Semarang terkesan dan terdengar lebih kasar daripada orang-orang Yogyakarta atau pun Solo. Dalam hal budaya terutama bahasa, kami memang berbeda-beda. Untuk berkomunikasi tentu kami memakai bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Namun lama-kelamaan tak jarang juga beberapa teman saya yang dari luar Jawa mulai belajar bahasa Jawa. Meski kosakata yang diapakai masih terbatas dan sangat lucu jika didengarkan, teman-teman saya nampak bersemangat belajar bahasa Jawa. Bahkan ada satu orang yang selalu mencatat tiap kosakata baru dalam bahasa Jawa di buku catatannya. Nampaknya teman-teman saya mempunyai cara tersendiri untuk menghargai keberagaman yang ada. Ketika mereka hidup di tanah Jawa, maka segala tutur dan tindakan mereka harus dijaga agar sesuai dengan budaya yang ada.
Banyak cara untuk menunjukkan rasa bangga akan keberagaman budaya di Indonesia. Saya dan teman-teman angkatan saya punya cara sendiri untuk melestarikan budaya Indonesia. Misalnya, tiap hari Kamis kami sepakat untuk memakai baju batik saat ke kampus (walau harus diakui juga ada beberapa yang enggan memakai batik). Teman-teman yang berasal dari luar Jawa dan tidak terbiasa memakai batik pun sanggat bangga bisa mengenakan batik saat di kampus. Ini bukti bahwa berawal dari rasa saling menghargai (mereka yang bukan orang Jawa dengan senang hati memakai batik) maka segala keberagaman yang ada akan menjadi penguat kebersamaan di antara kami. Selain melestarikan batik di kalangan anak muda, beberapa dari kami juga melestarikan salah satu budaya Indonesia yang lain, yaitu tari Saman. Tarian yang berasal dari daerah Aceh ini menjadi inspirasi bagi kami untuk mendirikan perkumpulan tari Saman. Para anggotanya pun kebanyakan bukan berasal dari Aceh. Kami dari berbagai suku dan latar belakang berbeda bekerja sama melestarikan tari Saman. Tari Saman kemudian menjadi hiburan tersendiri yang dinanti-nanti di tiap acara seperti seminar maupun penerimaan mahasiswa baru. Satu lagi bukti bahwa keberagaman yang ada justru mampu membuat sebuah budaya tak akan mati.
Dari semua kisah yang saya alami, saya bisa katakan bahwa keberagaman bukanlah alasan untuk kita menjadi terpecah. Rasa untuk mau saling menghormati dan menghargai budaya serta agama orang lain menjadi kunci lestarinya keberagaman itu. Sudah sewajarnya kita mengingat bahwa Indonesia diciptakan oleh Tuhan dengan berbagai perbedaan. Semboyan Bhineka Tunggal Ika bukanlah semboyan yang “main-main”. Ada sebuah doa dan harapan dalam makna semboyan tadi. Jika kami para mahasiswa yang baru seumur jagung “melek” mampu membuat keindahan di balik segala perbedaan kami, saya yakin masyarakat Indonesia yang lain pun mampu. Kuncinya adalah saling menghargai. Jangan pernah menganggap budaya atau agama kita lebih baik daripada milik orang lain. Segala provokasi yang dapat memicu konflik hendaknya tak membuat kita mudah tersulut amarah. Justru jadikan provokasi-provokasi tadi menjadi pelecut bagi kta untuk bisa bertahan hidup dengan saling menghargai di atas segala keberagaman. Ada baiknya kita melakukan perubahan mulai dari diri sendiri dengan harapan suatu saat kemudian perbuatan kita mampu dicontoh orang lain. Saya percaya bahwa satu perbuatan kecil mampu mengubah Indonesia menjadi lebih baik.
 Keberagaman di Indonesia selayaknya dijadikan kekayaan Indonesia yang paling berharga. Seperti yang sudah saya ulas di depan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang unik. Unik karena masyarakatnya memiliki latar belakang, fisik, budaya, dan agama yang berbeda-beda. Enam puluh lima tahun sudah Indonesia berdiri tegak meski dengan keberagaman yang ada. Berbagai konflik yang timbul (konflik agama, konflik etnis, maupun konflik-konflik yang lain) lebih disebabkan karena kurangnya rasa menghargai dan toleransi di antara kita. Marilah dengan berbagai perbedaan yang kita miliki, kita bangun dan lestarikan kebudayaan-kebudayaan Indonesia. Milikilah rasa bangga akan keberagaman ini. Ingatlah bahwa tonggak dari negara ini pun karena adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika: walaupun berbeda-beda namun tetap satu juga.

SEPEDA MOTOR, SOLUSI BERSIFAT SEMENTARA UNTUK MENIMBULKAN MASALAH JANGKA PANJANG


Sepeda motor nampaknya kini sudah menjadi kebutuhan “pokok” bagi masyarakat Indonesia. Keberadaan sepeda motor di jalanan sudah sering kita jumpai dan tak salah juga bila kini sepeda motor bukan kategori “barang mewah” lagi. Pemakaian sepeda motor di kota-kota besar nampaknya menjadi alternatif saat mengalami kemacetan yang luar biasa. Pengendara sepeda motor pun bervariasi mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga para pekerja kantoran. Sepeda motor dianggap sangat efektif dan efisien untuk perjalanan menuju kantor maupun sekolah. Tak heran jika jumlah sepeda motor di kota-kota besar pun semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Banyak alasan mengapa masyarakat memilih sepeda motor sebagai alat tranportasi mereka. Pertama, harga sepeda  motor kini mudah dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Iming-iming uang muka dan biaya cicilan yang cocok dengan kantong konsumen mampu menarik perhatian masyarakat untuk membeli sepeda motor. Daya beli masyarakat untuk membeli sepeda motor tentu jauh lebih tinggi daripada daya beli masyarakat untuk membeli mobil. Kedua, sepeda motor dinilai lebih efektif dan efisien jika dipakai untuk berkendara di kota-kota besar, terutama kota-kota yang sering mengalami kemacetan di jalan. Body sepeda motor yang jauh lebih ramping daripada mobil tentu memudahkan pengendara motor untuk menyelip di sela-sela mobil saat kemacetan terjadi. Ketiga, buruknya alat transportasi umum di Indonesia. Kondisi alat transportasi umum di Indonesia memang memprihatinkan, misalnya dari segi kelayakan pakai, kenyamanan, dan keamanan. Mesin pada alat tranportasi umum kadang sudah sangat tua sehingga tak jarang menimbulkan kebisingan bagi para pemakai. Kondisi ini diperparah dengan suasana dalam kendaraan umum yang kadang sesak dan panas. Dari segi keamanan, ancaman dari para pencopet adalah hal yang paling sering disoroti. Jadi jangan heran jika kemudia masyarakat lebih memilih memakai kendaraan pribadi seperti motor daripada menggunakan jasa transportasi umum.
Jika dilihat sekilas,sepeda motor dapat dipandang sebagai solusi bagi masyarakat. Sepeda motor memberikan kenyamanan dan keamanan, mudah didapat, serta efisien bagi para pengendara. Namun tanpa disadari solusi yang diberikan oleh sepeda motor sebenarnya bersifat sementara. Secara kasat mata memang sepeda motor mampu dijadikan jalan keluar yang paling efektif di tengah hiruk-pikuk dan keramaian jalan-jalan di kota besar. Mungkin sudah saatnya kita membuka mata akan dampak pemakaian sepeda motor ke depannya. Kenyamanan berkendara dengan sepeda motor tidak akan mampu diimbangi dengan kenyamanan lingkungan. Meningkatnya jumlah sepeda motor merupakan faktor paling berpengaruh dalam meningkatnya pencemaran udara di kota-kota besar.
Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Sumber pencemaran udara pun kebanyakan berasal dari aktivitas manusia, seperti asap pabrik dari industri dan asap kendaraan dari sektor transportasi. Di kota-kota besar, 70% penyebab pencemaran udara adalah penggunaan kendaraan bermotor. Emisi gas buang pada kendaraan bermotor menghasilkan zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia seperti karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx) dan oksida nitrogen (NOx). Sepeda motor menempati urutan pertama penyebab pencemaran udara dibandingkan dengan mobil dan angkutan umum. Banyak masyarakat beranggapan asap hitam yang keluar dari asap kendaraan berbahan bakar solar, misal dari bus-bus kota atau metromini, sangat membahayakan kesehatan dan mencemari udara.  Tidak ada yang salah dengan anggapan itu karena indikasi asap hitam juga merupakan penanda adanya pencemaran udara. Namun tak banyak yang tahu asap yang keluar dari kendaraan berbahan bakar bensin (seperti sepeda motor) ternyata jauh lebih berbahaya. Sistem pembakaran yang tidak sempurna pada mobil diesel bisa dengan mudah kelihatan, sebaliknya pada kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin sistem pembakaran yang tak sempurna tidak kelihatan sehingga kalau sudah melebihi ambang batas bisa mematikan manusia.
Sebenarnya ketika bensin dibakar di dalam mesin kendaraan, maka akan dihasilkan gas CO2 dan H2O saja. Namun pada kenyataannya pembakaran yang terjadi tidaklah sempurna sehingga menghasilkan CO, NOx, dan hidrokarbon yang tidak terbakar. Karbon pun juga akan menjadi masalah ketika karbon dibakar akan berubah menjadi CO2 yang merupakan gas rumah kaca. Gas rumah kaca ini akan menyebabkan perubahan iklim bumi (pemanasan global), naiknya permukaan air laut (karena es di kutub mencair), banjir, terancamnya kota-kota di pesisir pantai, dan sebagainya.  Solusi untuk mengatasi kemacetan dengan sepeda motor nampaknya bukan pilihan yang baik jika kita ingat kondisi udara di kota-kota yang semakin tercemar. Kini pilihan yang kita anggap sebagai solusi mau tak mau akan menjadi bumerang bagi masyarakat sendiri.
Secara keseluruhan, sebenarnya keberadaan sepeda motor bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi masalah lalu lintas seperti kemacetan. Membludaknya jumlah sepeda motor di jalan justru menimbulkan masalah pencemaran udara yang kronis. Masalah ini tidak hanya menjadi “pe-er” bagi pemerintah saja, namun juga harus mendapatkan perhatian khusus dari kita. Jika kita mau melihat negara maju, sarana transportasi umum di sana justru sangat dimanfaatkan dengan baik sehingga dapat menekan jumlah kendaraan pribadi di jalan. Sebenarnya tak ada salahnya jika kita beralih dari sepeda motor ke sepeda. Meski jauh lebih lambat dari sepeda motor, namun sepeda memiliki keunggulan tersendiri, yaitu sangat ramah lingkungan. Selain itu berkendara dengan sepeda juga menyehatkan tubuh. Andai saja pemerintah memberi perhatian lebih bagi pengguna sepeda (misal dengan menyediakan jalur sepeda di setiap jalan di kota-kota), bukan tidak mungkin keberadaan sepeda motor akan bisa berkurang sehingga pencemaran udara pun menurun.
Memang tak ada aturan yang melarang kita berkendara sepeda motor. Kita bebas memilih untuk memakai kendaraan pribadi, transportasi umum, atau bahkan berjalan kaki saja. Namun ada baiknya kita memberi sedikit perhatian akan lingkungan kita ini. Pohon atau tumbuhan hijau di kota-kota tentu tak bisa berbuat banyak jika polusi akibat keberadaan sepeda motor makin meningkat. Mungkin ada wacana untuk mengadakan jalur hijau sebagai solusinya, namun saya rasa kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan akan lebih menjadi solusi terbaik. Marilah kita belajar untuk menghargai alam pemberian Tuhan. Sepeda motor memang mampu memberikan solusi, namun justru akan memberikan masalah dalam jangka waktu yang panjang di kemudian hari.


tulisan ini sebenarnya esai yang saya kirim untuk lomba esai (sayangnya ga menang.. hehe).
daripada tidak terpakai, mending saya publikasikan sendiri :)

Jumat, 29 Oktober 2010

My Never ENding Story Part 5: -TEKIM ITU SEMPIT-



Siapa pun tahu kalau tekim itu memang sempit dan sangat minim fasilitas. Namun dalam tulisan kali ini bukan konteks itu yang akan aku bicarakan. Jika part yang lalu aku bicara tentang cinta, di sini aku akan membeberkan kisah cinta di tekim yang begitu amat "sempit".

Mengapa aku mengatakan sempit? Sebenarnya ide membuat tulisan ini bermula kala temanku membuat status di FB yang cukup menarik. Dia memakai kata "sempit" untuk menjelaskan banyaknya pasangan "duo tekim" di kampus. "Duo tekim" maksudnya si cowok kuliah di tekim, si cewek juga kuliah di tekim. Kadang sama-sama satu angkatan, ada juga yang beda angkatan. Entah sudah berapa pasangan yang ada di tekim. Di angkatanku saja sudah ada: Rina-Davin, Praba-Fitra, Anky-Pongki, Prita-Mammeg, Asih-Ucok, Indra-Bayu (entah mungkin ada lagi, aku lupa). Ada juga beberapa pasangan beda angkatan (aku malas menyebutkan satu-satu, terlalu banyak). Selain itu tak kadang pula ada yang sekadar suka alias naksir teman angkatan atau kakak angkatan (tak etis menyebutkan siapa saja. hehehe... ini rahasia).

Undip sebenarnya sangat luas. Berbagai fakultas ada di sana. Namun entah mengapa hanya di tekim saja cinta begitu terasa sempit. Jarang ada mahasiswa di tekim yang melalang buana sampai ke jurusan atau fakultas lain untuk mencari cinta. Ujung-ujungnya selalu dapat teman seangkatan di tekim atau paling banter dapat kakak angkatan. Aku menganalisa ada beberapa faktor penyebab mengapa kisah cinta komunitas kami begitu sempit.

FAKTOR PERTAMA
: kami mahasiswa yang terlalu disibukkan oleh tugas dan laporan. Tak bisa dipungkiri sepertinya waktu kami lebih banyak terbuang pada praktikum dan menyalin laporan. Saking gandrungnya pada laporan, beberapa mahasiswa memanfaatkan sedikit waktu luangnya untuk membuat proposal praktikum (tentu aku tak termasuk di dalamnya). Mungkin faktor ini yang menyebabkan anak tekim sangat kurang pergaulan dengan dunia luar tekim.

FAKTOR KEDUA
: kekerabatan anak tekim begitu erat. Mahasiswa di tekim sudah seperti keluarga sendiri. Suka duka sejak menjadi awal mahasiswa baru sampai sekarang masih kami rasakan. Masih lekat di ingatan aku begitu banyak tugas yang kami kerjakan bersama, begitu banyak acara yang kami lakukan bersama, banyak peluh dan air mata kami keluarkan bersama, banyak tawa kami lewatkan bersama, dan masih banyak kenangan yang lain (tidak mungkin aku sebutkan satu-satu, nanti malah jadi nostalgia). Dari keakraban dan eratnya persahabatan kami itu lah mungkin kemudian tumbuh benih-benih cinta yang tak dapat ditolak. "Friendship" yang sangat erat, lama-kelamaan berubah menjadi "care" yang begitu dalam, lalu ujung-ujungnya rasa "care" tadi tiba-tiba tanpa disadari berubah menjadi "love". Maka soundtrack yang cocok untuk kondisi ini adalah "Sahabat Jadi Cinta" (dipopulerkan oleh Zigaz).

FAKTOR KETIGA: males nyari yang jauh-jauh.. hahahaha.. Mungkin ini alasan yang paling masuk akal. Jangankan mahasiswa, dosen-dosen tekim pun kebanyakan juga mendapat jodoh di kampus sendiri og.. (ga harus disebutin namanya juga kan?? *saya takut). Walau mungkin kaum adam dan hawa di tekim itu ga "kinclong-kinclong" amat, namun kadang pesona di "rumah sendiri" justru lebih menarik ketimbang harus nyari di tempat lain. Kalau yang di dalam tekim aja udah lumayan, ngapain nyari ampe keluar segala.. Toh lebih dekat lebih enak. Selalu bersama, selalu bertemu, tak ada hari yang tak dilewatkan bersama.. (ALAY sumpah!! padahal kalo ketemu terus bosen juga.... wakakakakakak).

Akhir kata, cinta memang datang tiba-tiba. Dia ga pandang bulu siapa aja bisa kena. Seluas-luasnya Undip, cinta mungkin akan banyak bersemi di tekim. Para kumbang lebih suka mencari bunga di taman sendiri daripada di taman orang lain :D
Buat para pasangan tekim, saya doakan kalian langgeng. Awet ampe lulus, ampe kerja, ampe tua. Kalian akan jadi pasangan suami-istri!!! AMIIINNNN...

Jumat, 15 Oktober 2010

Seklumit Kisah Perjalanan Magelang-Semarang di Malam Hari

Ketika penat membebani hidup, ketika otak sudah sangat jenuh sejenuh larutan tawas di praktikum kristalisasi, ketika lidah ini sudah bosan dengan masakan daerah Tembalang dan sekitarnya, ketika rindu akan kupat tahu tak tertahankan, dan ketika uang di dompet tinggal tiga puluh ribu rupiah; maka jalan satu-satunya untuk keluar dari segala masalah tadi adalah pulang ke rumah. Kemarin saya berhasil mewujudkan mimpi untuk pulang di hari Jumat meski sudah sangat sore bagi saya. Belum lagi ada beban laporan dan tugas manajemen industri di pundak saya (yang terpaksa saya bawa ke rumah). Namun saya tak peduli akan semua rintangan tadi. Keinginan yang begitu dalam untuk makan kupat tahu pak Larto dan soto Pak Trimo menyulut semangat saya untuk melangkah hari itu.

Pukul 16.00 saya masih di kampus mengikuti kuliah Teknologi Separasi 3 (sepanjang kuliah saya mengutuk adanya perkuliahan jam segitu). Saya tak benar-benar memperhatikan apa yang diajarkan kemarin. Pikiran ini melayang ke luar, melihat kalau-kalau hujan, mendung apa tidak, khawatir tidak dapat bis, dan lain-lain (pokoknya yang berhubungan dengan perjalanan pulang saya). Akhirnya kuliah selesai pukul 17.30. Saya kebetulan yang sehari sebelumnya sudah meminta tolong pada kawan saya, Risa, untuk mengantarkan saya sampai Sukun. Namun sebelum ke Sukun kami sempatkan diri mengcopy tugas man ind dan singgah sebentar di kost Mammeg untuk mengambil laporan (laporan kelompoknya Risa). Tak terasa malam ternyata hampir menjelang. Saya dan Risa menuju Sukun dengan kondisi jalan yang agak minim. Ketika sudah sampai Sukun saya mencari-cari wajah bapak saya. Agak susah mencari beliau karena beliau agak gelap (hahahahaha..). Akhirnya saya bisa juga menemukan sosok bapak saya di tengah ramainya orang Sukun saat itu (ga rame-rame amat juga sih.. biar kelihatan bombastis aja). Saya tak lupa mengucapkan terima kasih pada Risa yang telah mengantarkan saya sampai Sukun dengan selamat (saya sempat khawatir kalau Risa tidak bisa pulang ke kost karena tidak tahu jalan. kasihan kan... hikz..).


Menit berikutnya saya lewatkan dengan menunggu bis bersama bapak saya. Kebanyakan yang lewat adalah bis jurusan Solo. Perut saya sudah sangat keroncongan dan badan saya begitu lelah saat itu. Sempat ada bis jurusan Yogya lewat tapi ternyata penuh dan harus berdiri. Bapak saya menolak untuk naik itu (mungkin karena beliau sudah tua, tidak kuat kalau harus berdiri sepanjang jalan. hehehehe). Menit demi menit berlalau, berbagai aktivitas geje saya lakukan (menguap, puter-puter badan, garuk-garuk kepala, sms teman, sampai sesekali mengeluh lapar), akhirnya ada bis yang lewat juga. Sayangnya bis yang lewat jurusan Wonosobo. Kalau naik itu saya mana bisa turun Magelang, harus turun Secang. Namun saya menuruti saran bapak saya untuk naik bis itu daripada tidak dapat bis sama sekali (kalau bis ini tidak penuh sesak, masih bisa duduk.. Pantas bapak saya mau..hahahahaha). Kondisi dalam bis di malam hari sangat tidak menyenangkan. Bau rokok, wajah-wajah penumpang dengan tampang lusuh (kecuali saya), dan hawanya sangat dingin. Namun tak apalah, daipada kagak pulang sama sekali. Saya mencoba untuk memejamkan mata selama di bis namun ternyata hal itu sangat susah. Perut saya yang begitu lapar membuat saya susah untuk merem. Maka saya memilih untuk menikmati keindahan malam saat itu (walau sebenarnya tidak indah-indah juga sih..).


Rasa jengkel saya sempat muncul saat bis itu "singgah" di Bawen. Bis itu lama sekali ngetem. Kemudian banyak pedangang asongan masuk yang semuanya menawarkan menu yang sama: tahu asin, mizone, aqua dingin. Kepala saya puyeng melihat mereka, belum lagi kemudian ketambahan pengamen yang begitu geje dalam bernyanyi. Saya tambah shock ketika mbak-mbak sebelah saya bilang: ini kalau ngetem di Bawen bisa sampai satu jam. Apa???? What the hell!!! Suwi tenan.. Bapak saya kemudian memilih untuk turun di situ dan menunggu bis jurusan Yogya saja (kebetulan sebelumnya saya dapat sms kalo mitha sudah naik bis jurusan Purwokerto). Saya kembali melakukan aksi menguap sambil garuk kepala saat menunggu bis lagi. Mulut ini rasanya ingin dimasuki suatu makanan, apalagi di belakang saya ada yang jualan gorengan (pengin beli sebenarnya, tapi saya kemudian ingat kalau itu tidak sehat!!! *SOK). Tak perlu berjam-jam untuk menunggu bis karena ternyata beberapa menit kemudian datanglah bis Tri Sakti jurusan Yogya. Bukan itu saja, ternyata bisnya juga tidak penuh jadi bisa duduk.


Akhirnya saya bisa menikmati perjalanan pulang saya degan nyaman. Sempat ada pengamen datang sebelum bisnya berangkat. Awalnya saya tidak begitu ngeh ama yang nyanyi (la suarane jelek, lagune jelek, dan tidak begitu tampan..hehhe), tapi pas liat yang maen tabuhan saya jadi rada melek. Mas-mas yang maen tabuhan begitu manis dengan senyumnya yang lebar (tekim kayake butuh cowok tipe begituan biar ada kesejukan). Kulit agak putih dan wajahnya sangat tidak cocok untuk ukuran pengamen (mungkin jadi artis sinetron bisa tuh..). Tak lupa saya memberi pengamen tadi duit apalagi yang narikin duit mas-mas yang manis tadi..hahahahaha.. Adegan selanjutnya adalah saya bobok di bis.......... Zzzz... Zzz...


Pukul 20.00 lebih saya dan bapak saya sampai di Terminal Tidar. Mata saya sudah 5 watt, cacing-cacing di perut mulai merengek minta makan. Kami menuju tempat penitipan motor. Lalu perjalanan ke rumah dilewati dengan hawa yang amat sangat dingin. Dua minggu tak bersua Magelang ternyata masih sama seperti dulu. Adheeeemmm.... Kadang bikin perut mules juga. Sampai di rumah saya langsung cuci tangan terus langsung ambil nasi dan menyantap ayam goreng yang sudah ada (sebenarnya pengin kupat tahu, tapi katanya pak Larto tutup..huhuhu). Saya makan dengan amat rakusnya karena lapar. Setelah selesai makan saya langsung mandi. Aktivitas setelah mandi adalah langsung menghempaskan tubuh di kasur sambil mendengarkan lagu di kuping saya (ampe pagi lupa dimatiin lagi..hohohoho). Intinya malam itu saya sangat lelah..............


Well, ada beberapa hal yang bisa saya ambil dari perjalanan Semarang-Magelang tadi malam:
*ternyata pedangang asongan dan pangamen tak berhenti kerja ampe malam.. Meski menu yang ditawarkan dari pagi ampe malam sama (tahu asin, mizone, aqua dingin), meski lagu yang dinyanyiin dari pagi ampe malam sama; mereka tak pernah lelah bekerja. Wajah kucel mereka sebenarnya menunjukkan betapa lelah mereka. Namun mereka seolah tetap bersemangat kerja ampe malam
*perjalanan yang begitu melelahkan itu nampaknya sudah sangat biasa buat bapak saya. Aktivitas bapak saya setelah sampai di rumah: mandi, makan, baca koran (sempet-sempet e baca koran, saya saja langsung bobok). Saya baru sadar bapak saya kuat melakukan perjalanan seperti itu setiap hari... MY GREAT DADDY... Ayah juara satu di seluruh dunia deh,....
*saya ga mau lagi deh pulang sore-sore kayak gitu. Ga bisa ngebayangin kalo pulang sendiri.... Lelah ditanggung sendiri...
*saya benci ada kuliah Teknologi Separasi 3 jam 4 sore!!!!!!


Thanks for reading my story... hahahahahahaha
happy holiday all................

My Never Ending Story Part 4: -You wanna know about love?-

Akhir-akhir ini aku sering curhat dengan seorang kawan yang aku sebut dengan nama "pak pendeta". Bukan tanpa alasan aku menyebutnya seperti itu. Setidaknya belakangan ini dialah yang paling tahu masalah terbesarku. Dialah yang selalu mendengar (baca membaca via sms) segala umpatan dan misuh-misuhku minggu-minggu ini. Wajar pula kalau aku menganggapnya pemberi saran sangat yang baik. Meski dari luar terlihat begitu "biasa" dan sangat "tak bijaksana", namun ternyata aku menemukan sisi ke"pendetaan" pada dirinya. Bahkan tak kadang dia selalu menyelipkan ayat-ayat di Alkitab saat memberi advice padaku (bisa-bisanya dia hapal.. aku saja tidak hapal...). Setidaknya 2 minggu ini aku selalu misuh-misuh padanya. Biasanya aku mengawali sesi curhat dengan kata-kata: "gek turah pulsa ga??". Maka dengan begitu baiknya dia kemudian membalas segala curhatan gejeku hingga akhirnya aku puas dengan segala jawabannya.


Tadi malam aku memulai curhat dengan masalah "klasik" saya minggu ini. Dia bahkan tahu kalau aku akan bercerita tentang "a problem with my great man". Panjang lebar aku cerita, dia selalu menjawab dengan bijak (kadang aku berpikir mengapa bocah seumur dia bisa sebijak itu). Di akhir sesi curhat, aku memilih untuk melakukan apa yang dia sarankan (meski sampai detik ini pun tak membuahkan hasil..hiks..). Namun sebelum menyudahi sesi curhat malam itu, entah kenapa ujung-ujungnya kami malah bicara masalah pacar. Hingga kemudian aku menyadari bahwa kami adalah species yang "sejenis". Kami bukanlah orang yang suka mencari "cinta" namun "menanti". Kami sama-sama percaya kalau cinta itu akan datang dengan sendirinya, jadi tidak perlu dicari. Berawal dari obrolan geje di akhir seesi curhat itulah, kata-kata ini dibuat...



God gives a love for each person,
you're gonna miss it or not..
up to you
Love is a gift from God
Love is one thing that can make you feel everything
You can find a peace on love
You can find a happiness on love
But you can find a sadness too
Someday maybe you get a broken heart
But it's not the end of love..
Love = give without get
I just believe that a true love will come to me someday
I'm not gonna look for it,
because I've found it
Love is all we need :)





Tulisan ini aku dedikasikan untuk "pak pendeta" yang selalu bijak terhadap semua masalah-masalahku. Thanks for all your advices.. You're like my brother....



Jumat, 01 Oktober 2010

My Never Ending Story -Part 3: UNTITLED-

Lagi geje......
Bingung mo ngapain
Bingung mo nulis apa....
Bengong doang di rumah.....


Mo nyicil proposal males...
Mo belajar Scilab males....
Mo maem siang tapi masakan lagi dalam proses...
Mo bobok kok udah bosen....


Maka hanya sedikit kata ini yang tertuang,
sedikit ide yang terlintas
daripada kagak ditulis ntar ilang
mending ditulis sekarang walau geje





*Ketika kamu sering jatuh dalam hidupmu, maka dari situlah kamu belajar rasa sakit
*Ketika kamu merasa Tuhan terlalu sering memberi cobaan padamu, maka dari situlah kamu akan tahu betapa Dia ingin mengajarkanmu untuk menjadi orang yang lebih kuat
*Ketika Tuhan belum menjawab "ya" atas semua doamu, maka dari situlah kamu akan belajar untuk bersabar
*Ketika kamu merasa tak ada satu orang pun mau mendengar ceritamu, maka ingatlah Tuhan akan selalu ada untukmu
*Ketika kamu kesal tak ada satu orang pun menghargai jerih payahmu, maka dari situlah kamu belajar ikhlas
*Janganlah berharap semua orang bisa mengerti kamu sebelum kamu belajar untuk memahami orang lain
*Janganlah berduka ketika cintamu pada seseorang tak terbalaskan. Patah hati adalah hal biasa. Justru dari patah hati itulah kamu belajar apa arti sesungguhnya dari kasih: selalu memberi meski tak diberi
*Percayalah kalau setiap orang telah dibuatkan skenario hidup masing-masing oleh Tuhan. Jangan pernah iri melihat kondisi orang lain. God knows what the best for you more than you know..
*Jangan jadikan kegagalanmu sebagai musibahmu, namun buatlah kegagalanmu sebagai anugerah dari Tuhan agar kau bisa bangkit lagi. Remember: Tuhan tak akan membiarkan kamu jatuh sampai tergeletak
*Jangan pernah terbesit di pikiranmu kalau Tuhan begitu jahat kepadamu dengan memberimu berbagai cobaan yang mungkin sangat sulit kau lalui. Ada lagu berlirik: Tuhanmu tak akan memberi ular beracun pada yang minta roti. Cobaan yang engkau alami tak melebihi kekuatanmu
*Last: ketika kamu merasa menjadi orang paling lemah di dunia, ingatlah bahwa justru melalui segala kekurangan dan kelemahanmulah Tuhan akan menunjukkan kebesaranNya kepada manusia. God made you so weak to show how much strong God is! (bener ga yo?? mbuh lah..hahaha)






Ternyata masakan untuk maem siang sudah siap...
Inilah ending dari tulisan ini
Maaf kalau geje luar biasa
Semoga berguna.....

....Antara Bus Patas AC dan Bus Ekonomi.......

Cerita berawal dari hari Minggu, 4 Juli 2010. Saya saat itu harus balik ke Semarang lantaran alasan yang tak bisa dibantahkan, yaitu mau ujian. Berangkat dari rumah sekitar jam sembilan an. Sampai di terminal sekitar jam sembilan lebih dikit. Saat itu saya diantar bapak saya dan saya agak emosi juga kenapa bisnya lama amat datangnya. Akhirnya sekitar jam setengah sepuluh dari nun jauh di sana kelihatan bis jurusan semarang akan lewat.
----namun setelah dilihat lebih jelas dengan kacamata baru saya (*pamer*), ternyata itu bukanlah bis yang biasa saya naiki (*baca: bus patas AC >>>mahal!!!!)-------

tapi entah kenapa bapak saya menyuruh saya naik bis itu aja dan memberi tambahan duit sepuluh ribu buat ongkos sesaat sebelum naik (*bapak saya baik banget....*). dan situlah segalanya berawal....


Saat pertama kali menjejakkan kaki di bis patas, ada feeling different di sana. Muka-muka penumpangnya pada eksklusif abis dengan hampir semua kuping mereka pake headset. Tak ada wajah bersahabat dan keliatan cuek (*pokoke saya benget!!!*). Lalu saya nyari-nyari tempat duduk dan akhirnya dapat di belakang sendiri.


Menit demi menit saya jalani kemudian saya ambil kesimpulan ga mau lagi naik bis patas AC >>> atis tenan, bikin kebelet pipis!!! tiba-tiba ada suara mengejutkan saya: turun mana mbak? lalu saya menoleh ke sebelah saya (*baru nyadar sebelah saya mas2..tapi enak aja manggil saya mbak. kayake tua dia deh*) dan menjawab seadanya: turun sukun, mas....


----lalu kemudian mas itu mulai ngoceh terus...tanya2 saya kuliah di mana, ambil apa, semester berapa, bla..bla..bla... hingga kemudian saya tahu kalo mas2 sebelah saya tuh ternyata wartawan (*saya ga tanya, dia aja yang kebanyakan ngoceh*). obrolan berlanjut hingga piala dunia dan ternyata kami sama-sama habis kecewa gara Argentina dikalahin Jerman. nah, mulai obrolan itu saya jadi rada semangat -------


----dan tiba-tiba ketika sudah mulai hilang bahan pembicaraan, mas tadi nawarin headset nya buat ndengerin lagu bareng (*busyet..ni mas sok akrab amat...tapi setelah dipikir-pikir ga ada salahnya juga*). ternyata lagu-lagune mas e ga jelek2 amat. seleranya grup band macam queen, scorpion, green day... saya nikmati sajalah-------


dua jam berlalu, kota Semarang telah menanti kedatangan saya. Saya turun duluan daripada mas e dan mengucapkan makasih buat headsetnya.


***lalu saya baru sadar dari tadi saya dan dia ngoceh tanpa tahu nama kami masing-masing...tapi saya anggap itu hal biasa...ga perlu kenal juga kan...cuma temen ngobrol 2 jam menuju Semarang***



Ternyata kisah berlanjut......

Kamis, 15 Juli 2010 (pas ultahnya Piyu Padi----happy birthday Piyu) saya memutuskan kembali ke kota asal saya, Magelang, setelah sehari sebelumnya ujian berakhir. Saya berangkat udah pagi banget namun apa yang saya dapat??? Bis ekonomi jurusan yogya kagak ada yang lewat. Justru patas Nusantara banyak yang lewat (*dan saya ga mau naik. alasan klasik: mahal plus atis).


Setelah lama menunggu akhirnya bis ekonomi datang juga. tapi entah kenapa saya naik bis yang benar-benar ekonomi --- sudah sangat tua dan suara mesinnya berisik minta ampun----


De javu.... ketika tiba-tiba ada suara mengagetkan saya lagi: eh jejer lagi... lalu saya menoleh dengan tampang rada bego dan bingung. suara sebelah saya berkata lagi: dulu kita pernah sebelahan naik patas (*sambil tersenyum sok akrab*). kemudian memori di otak ini mulai berputar kembali... dan akhirnya saya ingat juga siapa sebelah saya ini.. tak lain tak bukan ya mas yang di bis batas yang ga bisa berhenti ngoceh itu.


----kembali dia ngoceh sepanjang jalan... hingga akhirnya saya tahu siapa namanya (*dia duluan yang nyebut, saya si ga peduli namanya siapa*). dia ngajak ngomong hal-hal yang bermutu kayak film, novel, musik, bola. mungkin karena dia wartawan, jadi obrolannya ya bermutu. tiada tanda-tanda laki-laki genit pada dirinya. hanya emang suka ngoceh tuh orang, mungkin sebagai pelepas kejenuhan di perjalanan. saya bisa simpulkan: mas tadi orangnya baik dan sopan plus ramah----


Akhirnya saya sampai juga di kota Magelang tercinta setelah melewati perjalanan yang begitu lama karena ada kemacetan di daerah Banaran (gara-gara ada trailer njungkal). tak lupa sebelum turun saya pamitan ama mas itu. dan kata-kata terakhir muncul dari bibirnya: See you on the next our bus!! (*lagi-lagi sambil senyum*). dan saya hanya membalas dengan senyum meringis (*dalam hati bilang: sumpah ya ni orang pede banget!!!)



----finally...i don't understand what's the meaning of my story...saya merasa ini hanya kebetulan, walau ada yang ngotot juga bilang ini bukan kebetulan------

Sabtu, 30 Oktober 2010

Good Place by David Archuleta



Saat sedang belajar Bahasa Indonesia untuk UTS besok, saya iseng-iseng memutar lagu dari album baru David Archuleta, The Other Side of Down, judulnya Good Place. Entah mengapa semakin lama saya semakin suka dengan lagu ini. Liriknya sederhana, musiknya juga sederhana, entah apa yang membuat saya suka.....


I don't know what I'm doing here
How I landed in this space
But it's a good place

And I don't wanna mess it up
Make mistakes or say too much
'Cause it's a good place

You find it
You hold it
You feel its grace

These are words I wanna say
Every hour of every day
These are words that say how good it feels
To be here with you today
I hope it's not too late (I hope it's not too late)
I hope it's not too late

I've been silent up to now
I've been going with the flow
Wherever that goes

But something's screaming down inside
Makes me want to close my eyes
And hear the echo

You find it
You know it
Don't make it wait

These are words I wanna say
Every hour of every day
These are words that say how good it feels
To be here with you today
I hope it's not too late

'Cause I don't wanna waste another summer
I don't wanna wait until I fall
I could be a memory tomorrow
I could be nothing at all

I don't know what I'm doing here
How I landed in this space
But it's a good place

These are words I wanna say
Every hour of every day
These are words that say how good it feels
To be here with you today
I hope it's not too late

Oh, yeah
I hope it's not too late



(@Rumah Ganten, Magelang on 01:12 p.m.)

Saling Menghargai dan Toleransi, Kunci Keberhasilan Membangun Keberagaman


...sebuah esai yang tak menang dalam perlombaan... namun sengaja saya publikasikan untuk menyampaikan segala uneg-uneg saya tentang Bhineka Tunggal Ika... semoga bermanfaat


 
Tuhan menciptakan Indonesia sebagai bangsa yang besar. Besar kepulauannya, besar kekayaan alamnya, hingga besar jumlah penduduknya. Dari sekitar 200 juta penduduk di Indonesia, terdapat ragam budaya serta adat istiadat yang kompleks. Indonesia memiliki sekitar 1.128 suku bangsa (data dari BPS hingga akhir Februari 2010) yang tersebar hampir di seluruh kepulauan. Sudah selayaknya sebagai generasi muda, kita bangga akan keberagaman yang ada di Indonesia. Mungkin hanya di Indonesia lah kita bisa melihat ragam warna kulit, ragam bentuk mata, ragam bentuk rambut, hingga ragam dialek. Indonesia kaya akan budaya yang bukan hanya berbeda tiap propinsi, kadang meski masih satu propinsi budaya yang dimiliki masing-masing daerah pun beragam. Contohnya, bahasa Jawa yang dipakai di daerah Yogyakarta akan berbeda jika dibandingkan dengan dialek bahasa Jawa orang-orang Semarang. Ada juga daerah seperti Kebumen, Brebes, Tegal, atau Probolinggo yang dialek Jawanya sangat khas “ngapak”. Itu baru contoh yang berasal dari satu suku (suku Jawa) dan satu propinsi (Jawa Tengah), tentu masih banyak lagi ragam budaya yang dimiliki daerah-daerah di Indonesia. Bukan hanya suku bangsa atau pun adat istiadat saja yang beragam, setidaknya ada enam kepercayaan (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, serta Konghuchu)  yang diakui di Indonesia. Berangkat dari segala keberagaman itulah bangsa Indonesia masih bisa bertahan sampai sekarang.
Salah satu semboyan bangsa Indonesia yang begitu fasih kita kenal adalah Bhineka Tunggal Ika yang berarti “walaupun berbeda-beda namun tetap satu juga”. Ciri khas Indonesia sangat nampak dari semboyan tadi. Bangsa Indonesia dipersatukan melalui ribuan suku bangsa yang ada, ribuan budaya yang berbeda, serta ragam kepercayaan yang dianut. Bahkan sebaris lirik lagu Kahitna dengan judul Bumi Indonesia pun seolah menceritakan kebanggaan akan bangsa ini: “..seribu perbedaan tak mengubah bangsaku, kejayaan hanya untuk bumi Indonesia...”. Saya sendiri merasa sangat bersyukur saat Tuhan menetapkan saya untuk lahir dan hidup di Indonesia. Saya belajar banyak hal dari kebragaman di sini, terutama dalam hal saling menghormati. Indonesia memiliki masyarakat yang begitu ramah dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Meski hidup dengan segala perbedaan (baik budaya maupun agama), masyarakat Indonesia tak pernah menganggap perbedaan itu sebagai masalah melainkan sebagai bagian dari kekayaan dan keunikan Indonesia.
Namun belakangan ini ada beberapa kelompok yang nampaknya mulai mencederai makna Bhineka Tunggal Ika. Salah satu contoh yang baru saja terjadi adalah kejadian yang menimpa jemaat Gereja HKBP Bekasi pada bulan Agustus 2010 silam. Sekelompok orang melarang para jemaat Gereja HKBP untuk melakukan ibadah di hari Minggu. Tak jelas apa motif dari tindakan itu. Selain itu penyebab adanya pelarangan ibadah pun masih simpang siur. Buntut dari masalah ini nampaknya melebar bahkan mulai menjalar ke masyarakat pada umumnya. Beberapa komentar yang muncul pada situs-situs internet yang memberitakan kasus ini sungguh memprihatinkan. Perang argumen dan lontaran kata-kata kotor menjadi penyedap berita ini. Sungguh sangat disayangkan mengapa masyarakat ini masih sangat mudah tersulut emosi dan mulai melupakan nilai-nilai toleransi yang ada. Bukan hanya soal agama saja yang menjadi hits akhir-akhir ini, kerusuhan yang masih sering terjadi di Ambon, Maluku, maupun Papua juga menjadi bukti mulai terkikisnya rasa kebanggaan akan keberagaman di Indonesia.
Saya rasa akar dari segala masalah yang berhubungan dengan keberagaman tadi adalah kurangnya rasa saling menghormati di antara sesama. Selama 20 tahun hidup di Indonesia saya tak mengalami banyak masalah tentang keberagaman. Saya seorang Nasrani dan saya sudah terbiasa hidup  sebagai kaum minoritas. Mayoritas penduduk di Indonesia merupakan Muslim dan sudah hal yang wajar jika orang-orang terdekat saya pun kebanyakan juga Muslim. Sejak TK sampai sekarang saya sudah terbiasa dengan kata-kata seperti Assalamualikum, Astagfiruglah, Alhamdulilah, dan masih banyak “kata-kata” yang sering dipakai umat Islam. Saat saya duduk di bangku TK dan SD, saya merupakan satu-satunya penganut agama Kristen. Awalnya saya sempat minder dan risih, namun lama-kelamaan saya terbiasa juga hidup di sekeliling umat Muslim. Saya juga tak sungkan membalas sapaan assalamualikum dengan walaikumsalam (bagi saya sapaan itu sama dengan kata Syaloom yang dipakai sehari-hari di Gereja, hanya saja assalamualikum merupakan bahasa Arab). Saya jamin sebenarnya Islam dan Kristen itu mampu hidup berdampingan. Tahun ini saya melewatkan bulan Ramadhan di kost dan saya bisa menghormati ibadah teman-teman kost saya. Setiap waktu sahur sekitar pukul 03.00 saya ikut teman-teman saya membeli makan sahur. Tanpa saya sadari saya juga kadang ikut-ikutan puasa seperti yang lain. Tak jarang pula saya sering ikut acara buka bersama dengan teman-teman. Intinya, meski lahir sebagai minoritas namun saya bisa merasakan hidup bahagia bersama kaum mayoritas. Perselisihan tak akan timbul jika kita mampu menempatkan diri kita dengan tepat dan mau menghargai sesama kita. Rasa bangga akan agama yang kita anut memang penting, namun jangan sampai kebanggaan  tadi mampu melecehkan pemeluk agama lain.
Cerita saya di atas hanya bagian dari seklumit kisah toleransi yang ada. Ada lagi satu kisah yang mungkin bisa membuka mata kita akan indahnya keberagaman. Setelah lulus SMA saya melanjutkan studi saya ke Universitas Diponegoro Semarang. Di tempat ini lah saya bisa melihat keanekaragaman budaya Indonesia. Saya menjumpai banyak orang di kampus mulai dari orang Jawa, orang Sunda, sampai orang Batak. Awalnya saya geli mendengar logat bicara teman saya yang berasal dari Bima. Selain logatnya yang begitu aneh di telinga saya, cara bicara teman saya yang begitu keras tak jarang membuat saya harus menutup telinga. Teman saya yang dari Batak juga hampir sama gaya bicaranya dengan orang Bima (keras dan lantang. Kadang gayanya terkesan “menggurui”). Lain lagi dengan orang Sunda yang begitu halus dalam bicara dengan bahasa Sunda (tentu saja bahasa Sunda juga agak lucu di telinga saya). Ada juga teman saya yang meski sama-sama fasih berbahasa Jawa, namun kosakata kami sangatlah berbeda. Orang-orang Semarang jauh lebih fasih berbicara “bahasa Jawa ngoko” ketimbang “bahasa Jawa krama inggil” (bahkan kebanyakan dari mereka tidak bisa memakai “bahasa Jawa krama inggil”). Bahasa Jawa orang Semarang terkesan dan terdengar lebih kasar daripada orang-orang Yogyakarta atau pun Solo. Dalam hal budaya terutama bahasa, kami memang berbeda-beda. Untuk berkomunikasi tentu kami memakai bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Namun lama-kelamaan tak jarang juga beberapa teman saya yang dari luar Jawa mulai belajar bahasa Jawa. Meski kosakata yang diapakai masih terbatas dan sangat lucu jika didengarkan, teman-teman saya nampak bersemangat belajar bahasa Jawa. Bahkan ada satu orang yang selalu mencatat tiap kosakata baru dalam bahasa Jawa di buku catatannya. Nampaknya teman-teman saya mempunyai cara tersendiri untuk menghargai keberagaman yang ada. Ketika mereka hidup di tanah Jawa, maka segala tutur dan tindakan mereka harus dijaga agar sesuai dengan budaya yang ada.
Banyak cara untuk menunjukkan rasa bangga akan keberagaman budaya di Indonesia. Saya dan teman-teman angkatan saya punya cara sendiri untuk melestarikan budaya Indonesia. Misalnya, tiap hari Kamis kami sepakat untuk memakai baju batik saat ke kampus (walau harus diakui juga ada beberapa yang enggan memakai batik). Teman-teman yang berasal dari luar Jawa dan tidak terbiasa memakai batik pun sanggat bangga bisa mengenakan batik saat di kampus. Ini bukti bahwa berawal dari rasa saling menghargai (mereka yang bukan orang Jawa dengan senang hati memakai batik) maka segala keberagaman yang ada akan menjadi penguat kebersamaan di antara kami. Selain melestarikan batik di kalangan anak muda, beberapa dari kami juga melestarikan salah satu budaya Indonesia yang lain, yaitu tari Saman. Tarian yang berasal dari daerah Aceh ini menjadi inspirasi bagi kami untuk mendirikan perkumpulan tari Saman. Para anggotanya pun kebanyakan bukan berasal dari Aceh. Kami dari berbagai suku dan latar belakang berbeda bekerja sama melestarikan tari Saman. Tari Saman kemudian menjadi hiburan tersendiri yang dinanti-nanti di tiap acara seperti seminar maupun penerimaan mahasiswa baru. Satu lagi bukti bahwa keberagaman yang ada justru mampu membuat sebuah budaya tak akan mati.
Dari semua kisah yang saya alami, saya bisa katakan bahwa keberagaman bukanlah alasan untuk kita menjadi terpecah. Rasa untuk mau saling menghormati dan menghargai budaya serta agama orang lain menjadi kunci lestarinya keberagaman itu. Sudah sewajarnya kita mengingat bahwa Indonesia diciptakan oleh Tuhan dengan berbagai perbedaan. Semboyan Bhineka Tunggal Ika bukanlah semboyan yang “main-main”. Ada sebuah doa dan harapan dalam makna semboyan tadi. Jika kami para mahasiswa yang baru seumur jagung “melek” mampu membuat keindahan di balik segala perbedaan kami, saya yakin masyarakat Indonesia yang lain pun mampu. Kuncinya adalah saling menghargai. Jangan pernah menganggap budaya atau agama kita lebih baik daripada milik orang lain. Segala provokasi yang dapat memicu konflik hendaknya tak membuat kita mudah tersulut amarah. Justru jadikan provokasi-provokasi tadi menjadi pelecut bagi kta untuk bisa bertahan hidup dengan saling menghargai di atas segala keberagaman. Ada baiknya kita melakukan perubahan mulai dari diri sendiri dengan harapan suatu saat kemudian perbuatan kita mampu dicontoh orang lain. Saya percaya bahwa satu perbuatan kecil mampu mengubah Indonesia menjadi lebih baik.
 Keberagaman di Indonesia selayaknya dijadikan kekayaan Indonesia yang paling berharga. Seperti yang sudah saya ulas di depan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang unik. Unik karena masyarakatnya memiliki latar belakang, fisik, budaya, dan agama yang berbeda-beda. Enam puluh lima tahun sudah Indonesia berdiri tegak meski dengan keberagaman yang ada. Berbagai konflik yang timbul (konflik agama, konflik etnis, maupun konflik-konflik yang lain) lebih disebabkan karena kurangnya rasa menghargai dan toleransi di antara kita. Marilah dengan berbagai perbedaan yang kita miliki, kita bangun dan lestarikan kebudayaan-kebudayaan Indonesia. Milikilah rasa bangga akan keberagaman ini. Ingatlah bahwa tonggak dari negara ini pun karena adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika: walaupun berbeda-beda namun tetap satu juga.

SEPEDA MOTOR, SOLUSI BERSIFAT SEMENTARA UNTUK MENIMBULKAN MASALAH JANGKA PANJANG


Sepeda motor nampaknya kini sudah menjadi kebutuhan “pokok” bagi masyarakat Indonesia. Keberadaan sepeda motor di jalanan sudah sering kita jumpai dan tak salah juga bila kini sepeda motor bukan kategori “barang mewah” lagi. Pemakaian sepeda motor di kota-kota besar nampaknya menjadi alternatif saat mengalami kemacetan yang luar biasa. Pengendara sepeda motor pun bervariasi mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga para pekerja kantoran. Sepeda motor dianggap sangat efektif dan efisien untuk perjalanan menuju kantor maupun sekolah. Tak heran jika jumlah sepeda motor di kota-kota besar pun semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Banyak alasan mengapa masyarakat memilih sepeda motor sebagai alat tranportasi mereka. Pertama, harga sepeda  motor kini mudah dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Iming-iming uang muka dan biaya cicilan yang cocok dengan kantong konsumen mampu menarik perhatian masyarakat untuk membeli sepeda motor. Daya beli masyarakat untuk membeli sepeda motor tentu jauh lebih tinggi daripada daya beli masyarakat untuk membeli mobil. Kedua, sepeda motor dinilai lebih efektif dan efisien jika dipakai untuk berkendara di kota-kota besar, terutama kota-kota yang sering mengalami kemacetan di jalan. Body sepeda motor yang jauh lebih ramping daripada mobil tentu memudahkan pengendara motor untuk menyelip di sela-sela mobil saat kemacetan terjadi. Ketiga, buruknya alat transportasi umum di Indonesia. Kondisi alat transportasi umum di Indonesia memang memprihatinkan, misalnya dari segi kelayakan pakai, kenyamanan, dan keamanan. Mesin pada alat tranportasi umum kadang sudah sangat tua sehingga tak jarang menimbulkan kebisingan bagi para pemakai. Kondisi ini diperparah dengan suasana dalam kendaraan umum yang kadang sesak dan panas. Dari segi keamanan, ancaman dari para pencopet adalah hal yang paling sering disoroti. Jadi jangan heran jika kemudia masyarakat lebih memilih memakai kendaraan pribadi seperti motor daripada menggunakan jasa transportasi umum.
Jika dilihat sekilas,sepeda motor dapat dipandang sebagai solusi bagi masyarakat. Sepeda motor memberikan kenyamanan dan keamanan, mudah didapat, serta efisien bagi para pengendara. Namun tanpa disadari solusi yang diberikan oleh sepeda motor sebenarnya bersifat sementara. Secara kasat mata memang sepeda motor mampu dijadikan jalan keluar yang paling efektif di tengah hiruk-pikuk dan keramaian jalan-jalan di kota besar. Mungkin sudah saatnya kita membuka mata akan dampak pemakaian sepeda motor ke depannya. Kenyamanan berkendara dengan sepeda motor tidak akan mampu diimbangi dengan kenyamanan lingkungan. Meningkatnya jumlah sepeda motor merupakan faktor paling berpengaruh dalam meningkatnya pencemaran udara di kota-kota besar.
Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Sumber pencemaran udara pun kebanyakan berasal dari aktivitas manusia, seperti asap pabrik dari industri dan asap kendaraan dari sektor transportasi. Di kota-kota besar, 70% penyebab pencemaran udara adalah penggunaan kendaraan bermotor. Emisi gas buang pada kendaraan bermotor menghasilkan zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia seperti karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx) dan oksida nitrogen (NOx). Sepeda motor menempati urutan pertama penyebab pencemaran udara dibandingkan dengan mobil dan angkutan umum. Banyak masyarakat beranggapan asap hitam yang keluar dari asap kendaraan berbahan bakar solar, misal dari bus-bus kota atau metromini, sangat membahayakan kesehatan dan mencemari udara.  Tidak ada yang salah dengan anggapan itu karena indikasi asap hitam juga merupakan penanda adanya pencemaran udara. Namun tak banyak yang tahu asap yang keluar dari kendaraan berbahan bakar bensin (seperti sepeda motor) ternyata jauh lebih berbahaya. Sistem pembakaran yang tidak sempurna pada mobil diesel bisa dengan mudah kelihatan, sebaliknya pada kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin sistem pembakaran yang tak sempurna tidak kelihatan sehingga kalau sudah melebihi ambang batas bisa mematikan manusia.
Sebenarnya ketika bensin dibakar di dalam mesin kendaraan, maka akan dihasilkan gas CO2 dan H2O saja. Namun pada kenyataannya pembakaran yang terjadi tidaklah sempurna sehingga menghasilkan CO, NOx, dan hidrokarbon yang tidak terbakar. Karbon pun juga akan menjadi masalah ketika karbon dibakar akan berubah menjadi CO2 yang merupakan gas rumah kaca. Gas rumah kaca ini akan menyebabkan perubahan iklim bumi (pemanasan global), naiknya permukaan air laut (karena es di kutub mencair), banjir, terancamnya kota-kota di pesisir pantai, dan sebagainya.  Solusi untuk mengatasi kemacetan dengan sepeda motor nampaknya bukan pilihan yang baik jika kita ingat kondisi udara di kota-kota yang semakin tercemar. Kini pilihan yang kita anggap sebagai solusi mau tak mau akan menjadi bumerang bagi masyarakat sendiri.
Secara keseluruhan, sebenarnya keberadaan sepeda motor bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi masalah lalu lintas seperti kemacetan. Membludaknya jumlah sepeda motor di jalan justru menimbulkan masalah pencemaran udara yang kronis. Masalah ini tidak hanya menjadi “pe-er” bagi pemerintah saja, namun juga harus mendapatkan perhatian khusus dari kita. Jika kita mau melihat negara maju, sarana transportasi umum di sana justru sangat dimanfaatkan dengan baik sehingga dapat menekan jumlah kendaraan pribadi di jalan. Sebenarnya tak ada salahnya jika kita beralih dari sepeda motor ke sepeda. Meski jauh lebih lambat dari sepeda motor, namun sepeda memiliki keunggulan tersendiri, yaitu sangat ramah lingkungan. Selain itu berkendara dengan sepeda juga menyehatkan tubuh. Andai saja pemerintah memberi perhatian lebih bagi pengguna sepeda (misal dengan menyediakan jalur sepeda di setiap jalan di kota-kota), bukan tidak mungkin keberadaan sepeda motor akan bisa berkurang sehingga pencemaran udara pun menurun.
Memang tak ada aturan yang melarang kita berkendara sepeda motor. Kita bebas memilih untuk memakai kendaraan pribadi, transportasi umum, atau bahkan berjalan kaki saja. Namun ada baiknya kita memberi sedikit perhatian akan lingkungan kita ini. Pohon atau tumbuhan hijau di kota-kota tentu tak bisa berbuat banyak jika polusi akibat keberadaan sepeda motor makin meningkat. Mungkin ada wacana untuk mengadakan jalur hijau sebagai solusinya, namun saya rasa kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan akan lebih menjadi solusi terbaik. Marilah kita belajar untuk menghargai alam pemberian Tuhan. Sepeda motor memang mampu memberikan solusi, namun justru akan memberikan masalah dalam jangka waktu yang panjang di kemudian hari.


tulisan ini sebenarnya esai yang saya kirim untuk lomba esai (sayangnya ga menang.. hehe).
daripada tidak terpakai, mending saya publikasikan sendiri :)

Jumat, 29 Oktober 2010

My Never ENding Story Part 5: -TEKIM ITU SEMPIT-



Siapa pun tahu kalau tekim itu memang sempit dan sangat minim fasilitas. Namun dalam tulisan kali ini bukan konteks itu yang akan aku bicarakan. Jika part yang lalu aku bicara tentang cinta, di sini aku akan membeberkan kisah cinta di tekim yang begitu amat "sempit".

Mengapa aku mengatakan sempit? Sebenarnya ide membuat tulisan ini bermula kala temanku membuat status di FB yang cukup menarik. Dia memakai kata "sempit" untuk menjelaskan banyaknya pasangan "duo tekim" di kampus. "Duo tekim" maksudnya si cowok kuliah di tekim, si cewek juga kuliah di tekim. Kadang sama-sama satu angkatan, ada juga yang beda angkatan. Entah sudah berapa pasangan yang ada di tekim. Di angkatanku saja sudah ada: Rina-Davin, Praba-Fitra, Anky-Pongki, Prita-Mammeg, Asih-Ucok, Indra-Bayu (entah mungkin ada lagi, aku lupa). Ada juga beberapa pasangan beda angkatan (aku malas menyebutkan satu-satu, terlalu banyak). Selain itu tak kadang pula ada yang sekadar suka alias naksir teman angkatan atau kakak angkatan (tak etis menyebutkan siapa saja. hehehe... ini rahasia).

Undip sebenarnya sangat luas. Berbagai fakultas ada di sana. Namun entah mengapa hanya di tekim saja cinta begitu terasa sempit. Jarang ada mahasiswa di tekim yang melalang buana sampai ke jurusan atau fakultas lain untuk mencari cinta. Ujung-ujungnya selalu dapat teman seangkatan di tekim atau paling banter dapat kakak angkatan. Aku menganalisa ada beberapa faktor penyebab mengapa kisah cinta komunitas kami begitu sempit.

FAKTOR PERTAMA
: kami mahasiswa yang terlalu disibukkan oleh tugas dan laporan. Tak bisa dipungkiri sepertinya waktu kami lebih banyak terbuang pada praktikum dan menyalin laporan. Saking gandrungnya pada laporan, beberapa mahasiswa memanfaatkan sedikit waktu luangnya untuk membuat proposal praktikum (tentu aku tak termasuk di dalamnya). Mungkin faktor ini yang menyebabkan anak tekim sangat kurang pergaulan dengan dunia luar tekim.

FAKTOR KEDUA
: kekerabatan anak tekim begitu erat. Mahasiswa di tekim sudah seperti keluarga sendiri. Suka duka sejak menjadi awal mahasiswa baru sampai sekarang masih kami rasakan. Masih lekat di ingatan aku begitu banyak tugas yang kami kerjakan bersama, begitu banyak acara yang kami lakukan bersama, banyak peluh dan air mata kami keluarkan bersama, banyak tawa kami lewatkan bersama, dan masih banyak kenangan yang lain (tidak mungkin aku sebutkan satu-satu, nanti malah jadi nostalgia). Dari keakraban dan eratnya persahabatan kami itu lah mungkin kemudian tumbuh benih-benih cinta yang tak dapat ditolak. "Friendship" yang sangat erat, lama-kelamaan berubah menjadi "care" yang begitu dalam, lalu ujung-ujungnya rasa "care" tadi tiba-tiba tanpa disadari berubah menjadi "love". Maka soundtrack yang cocok untuk kondisi ini adalah "Sahabat Jadi Cinta" (dipopulerkan oleh Zigaz).

FAKTOR KETIGA: males nyari yang jauh-jauh.. hahahaha.. Mungkin ini alasan yang paling masuk akal. Jangankan mahasiswa, dosen-dosen tekim pun kebanyakan juga mendapat jodoh di kampus sendiri og.. (ga harus disebutin namanya juga kan?? *saya takut). Walau mungkin kaum adam dan hawa di tekim itu ga "kinclong-kinclong" amat, namun kadang pesona di "rumah sendiri" justru lebih menarik ketimbang harus nyari di tempat lain. Kalau yang di dalam tekim aja udah lumayan, ngapain nyari ampe keluar segala.. Toh lebih dekat lebih enak. Selalu bersama, selalu bertemu, tak ada hari yang tak dilewatkan bersama.. (ALAY sumpah!! padahal kalo ketemu terus bosen juga.... wakakakakakak).

Akhir kata, cinta memang datang tiba-tiba. Dia ga pandang bulu siapa aja bisa kena. Seluas-luasnya Undip, cinta mungkin akan banyak bersemi di tekim. Para kumbang lebih suka mencari bunga di taman sendiri daripada di taman orang lain :D
Buat para pasangan tekim, saya doakan kalian langgeng. Awet ampe lulus, ampe kerja, ampe tua. Kalian akan jadi pasangan suami-istri!!! AMIIINNNN...

Jumat, 15 Oktober 2010

Seklumit Kisah Perjalanan Magelang-Semarang di Malam Hari

Ketika penat membebani hidup, ketika otak sudah sangat jenuh sejenuh larutan tawas di praktikum kristalisasi, ketika lidah ini sudah bosan dengan masakan daerah Tembalang dan sekitarnya, ketika rindu akan kupat tahu tak tertahankan, dan ketika uang di dompet tinggal tiga puluh ribu rupiah; maka jalan satu-satunya untuk keluar dari segala masalah tadi adalah pulang ke rumah. Kemarin saya berhasil mewujudkan mimpi untuk pulang di hari Jumat meski sudah sangat sore bagi saya. Belum lagi ada beban laporan dan tugas manajemen industri di pundak saya (yang terpaksa saya bawa ke rumah). Namun saya tak peduli akan semua rintangan tadi. Keinginan yang begitu dalam untuk makan kupat tahu pak Larto dan soto Pak Trimo menyulut semangat saya untuk melangkah hari itu.

Pukul 16.00 saya masih di kampus mengikuti kuliah Teknologi Separasi 3 (sepanjang kuliah saya mengutuk adanya perkuliahan jam segitu). Saya tak benar-benar memperhatikan apa yang diajarkan kemarin. Pikiran ini melayang ke luar, melihat kalau-kalau hujan, mendung apa tidak, khawatir tidak dapat bis, dan lain-lain (pokoknya yang berhubungan dengan perjalanan pulang saya). Akhirnya kuliah selesai pukul 17.30. Saya kebetulan yang sehari sebelumnya sudah meminta tolong pada kawan saya, Risa, untuk mengantarkan saya sampai Sukun. Namun sebelum ke Sukun kami sempatkan diri mengcopy tugas man ind dan singgah sebentar di kost Mammeg untuk mengambil laporan (laporan kelompoknya Risa). Tak terasa malam ternyata hampir menjelang. Saya dan Risa menuju Sukun dengan kondisi jalan yang agak minim. Ketika sudah sampai Sukun saya mencari-cari wajah bapak saya. Agak susah mencari beliau karena beliau agak gelap (hahahahaha..). Akhirnya saya bisa juga menemukan sosok bapak saya di tengah ramainya orang Sukun saat itu (ga rame-rame amat juga sih.. biar kelihatan bombastis aja). Saya tak lupa mengucapkan terima kasih pada Risa yang telah mengantarkan saya sampai Sukun dengan selamat (saya sempat khawatir kalau Risa tidak bisa pulang ke kost karena tidak tahu jalan. kasihan kan... hikz..).


Menit berikutnya saya lewatkan dengan menunggu bis bersama bapak saya. Kebanyakan yang lewat adalah bis jurusan Solo. Perut saya sudah sangat keroncongan dan badan saya begitu lelah saat itu. Sempat ada bis jurusan Yogya lewat tapi ternyata penuh dan harus berdiri. Bapak saya menolak untuk naik itu (mungkin karena beliau sudah tua, tidak kuat kalau harus berdiri sepanjang jalan. hehehehe). Menit demi menit berlalau, berbagai aktivitas geje saya lakukan (menguap, puter-puter badan, garuk-garuk kepala, sms teman, sampai sesekali mengeluh lapar), akhirnya ada bis yang lewat juga. Sayangnya bis yang lewat jurusan Wonosobo. Kalau naik itu saya mana bisa turun Magelang, harus turun Secang. Namun saya menuruti saran bapak saya untuk naik bis itu daripada tidak dapat bis sama sekali (kalau bis ini tidak penuh sesak, masih bisa duduk.. Pantas bapak saya mau..hahahahaha). Kondisi dalam bis di malam hari sangat tidak menyenangkan. Bau rokok, wajah-wajah penumpang dengan tampang lusuh (kecuali saya), dan hawanya sangat dingin. Namun tak apalah, daipada kagak pulang sama sekali. Saya mencoba untuk memejamkan mata selama di bis namun ternyata hal itu sangat susah. Perut saya yang begitu lapar membuat saya susah untuk merem. Maka saya memilih untuk menikmati keindahan malam saat itu (walau sebenarnya tidak indah-indah juga sih..).


Rasa jengkel saya sempat muncul saat bis itu "singgah" di Bawen. Bis itu lama sekali ngetem. Kemudian banyak pedangang asongan masuk yang semuanya menawarkan menu yang sama: tahu asin, mizone, aqua dingin. Kepala saya puyeng melihat mereka, belum lagi kemudian ketambahan pengamen yang begitu geje dalam bernyanyi. Saya tambah shock ketika mbak-mbak sebelah saya bilang: ini kalau ngetem di Bawen bisa sampai satu jam. Apa???? What the hell!!! Suwi tenan.. Bapak saya kemudian memilih untuk turun di situ dan menunggu bis jurusan Yogya saja (kebetulan sebelumnya saya dapat sms kalo mitha sudah naik bis jurusan Purwokerto). Saya kembali melakukan aksi menguap sambil garuk kepala saat menunggu bis lagi. Mulut ini rasanya ingin dimasuki suatu makanan, apalagi di belakang saya ada yang jualan gorengan (pengin beli sebenarnya, tapi saya kemudian ingat kalau itu tidak sehat!!! *SOK). Tak perlu berjam-jam untuk menunggu bis karena ternyata beberapa menit kemudian datanglah bis Tri Sakti jurusan Yogya. Bukan itu saja, ternyata bisnya juga tidak penuh jadi bisa duduk.


Akhirnya saya bisa menikmati perjalanan pulang saya degan nyaman. Sempat ada pengamen datang sebelum bisnya berangkat. Awalnya saya tidak begitu ngeh ama yang nyanyi (la suarane jelek, lagune jelek, dan tidak begitu tampan..hehhe), tapi pas liat yang maen tabuhan saya jadi rada melek. Mas-mas yang maen tabuhan begitu manis dengan senyumnya yang lebar (tekim kayake butuh cowok tipe begituan biar ada kesejukan). Kulit agak putih dan wajahnya sangat tidak cocok untuk ukuran pengamen (mungkin jadi artis sinetron bisa tuh..). Tak lupa saya memberi pengamen tadi duit apalagi yang narikin duit mas-mas yang manis tadi..hahahahaha.. Adegan selanjutnya adalah saya bobok di bis.......... Zzzz... Zzz...


Pukul 20.00 lebih saya dan bapak saya sampai di Terminal Tidar. Mata saya sudah 5 watt, cacing-cacing di perut mulai merengek minta makan. Kami menuju tempat penitipan motor. Lalu perjalanan ke rumah dilewati dengan hawa yang amat sangat dingin. Dua minggu tak bersua Magelang ternyata masih sama seperti dulu. Adheeeemmm.... Kadang bikin perut mules juga. Sampai di rumah saya langsung cuci tangan terus langsung ambil nasi dan menyantap ayam goreng yang sudah ada (sebenarnya pengin kupat tahu, tapi katanya pak Larto tutup..huhuhu). Saya makan dengan amat rakusnya karena lapar. Setelah selesai makan saya langsung mandi. Aktivitas setelah mandi adalah langsung menghempaskan tubuh di kasur sambil mendengarkan lagu di kuping saya (ampe pagi lupa dimatiin lagi..hohohoho). Intinya malam itu saya sangat lelah..............


Well, ada beberapa hal yang bisa saya ambil dari perjalanan Semarang-Magelang tadi malam:
*ternyata pedangang asongan dan pangamen tak berhenti kerja ampe malam.. Meski menu yang ditawarkan dari pagi ampe malam sama (tahu asin, mizone, aqua dingin), meski lagu yang dinyanyiin dari pagi ampe malam sama; mereka tak pernah lelah bekerja. Wajah kucel mereka sebenarnya menunjukkan betapa lelah mereka. Namun mereka seolah tetap bersemangat kerja ampe malam
*perjalanan yang begitu melelahkan itu nampaknya sudah sangat biasa buat bapak saya. Aktivitas bapak saya setelah sampai di rumah: mandi, makan, baca koran (sempet-sempet e baca koran, saya saja langsung bobok). Saya baru sadar bapak saya kuat melakukan perjalanan seperti itu setiap hari... MY GREAT DADDY... Ayah juara satu di seluruh dunia deh,....
*saya ga mau lagi deh pulang sore-sore kayak gitu. Ga bisa ngebayangin kalo pulang sendiri.... Lelah ditanggung sendiri...
*saya benci ada kuliah Teknologi Separasi 3 jam 4 sore!!!!!!


Thanks for reading my story... hahahahahahaha
happy holiday all................

My Never Ending Story Part 4: -You wanna know about love?-

Akhir-akhir ini aku sering curhat dengan seorang kawan yang aku sebut dengan nama "pak pendeta". Bukan tanpa alasan aku menyebutnya seperti itu. Setidaknya belakangan ini dialah yang paling tahu masalah terbesarku. Dialah yang selalu mendengar (baca membaca via sms) segala umpatan dan misuh-misuhku minggu-minggu ini. Wajar pula kalau aku menganggapnya pemberi saran sangat yang baik. Meski dari luar terlihat begitu "biasa" dan sangat "tak bijaksana", namun ternyata aku menemukan sisi ke"pendetaan" pada dirinya. Bahkan tak kadang dia selalu menyelipkan ayat-ayat di Alkitab saat memberi advice padaku (bisa-bisanya dia hapal.. aku saja tidak hapal...). Setidaknya 2 minggu ini aku selalu misuh-misuh padanya. Biasanya aku mengawali sesi curhat dengan kata-kata: "gek turah pulsa ga??". Maka dengan begitu baiknya dia kemudian membalas segala curhatan gejeku hingga akhirnya aku puas dengan segala jawabannya.


Tadi malam aku memulai curhat dengan masalah "klasik" saya minggu ini. Dia bahkan tahu kalau aku akan bercerita tentang "a problem with my great man". Panjang lebar aku cerita, dia selalu menjawab dengan bijak (kadang aku berpikir mengapa bocah seumur dia bisa sebijak itu). Di akhir sesi curhat, aku memilih untuk melakukan apa yang dia sarankan (meski sampai detik ini pun tak membuahkan hasil..hiks..). Namun sebelum menyudahi sesi curhat malam itu, entah kenapa ujung-ujungnya kami malah bicara masalah pacar. Hingga kemudian aku menyadari bahwa kami adalah species yang "sejenis". Kami bukanlah orang yang suka mencari "cinta" namun "menanti". Kami sama-sama percaya kalau cinta itu akan datang dengan sendirinya, jadi tidak perlu dicari. Berawal dari obrolan geje di akhir seesi curhat itulah, kata-kata ini dibuat...



God gives a love for each person,
you're gonna miss it or not..
up to you
Love is a gift from God
Love is one thing that can make you feel everything
You can find a peace on love
You can find a happiness on love
But you can find a sadness too
Someday maybe you get a broken heart
But it's not the end of love..
Love = give without get
I just believe that a true love will come to me someday
I'm not gonna look for it,
because I've found it
Love is all we need :)





Tulisan ini aku dedikasikan untuk "pak pendeta" yang selalu bijak terhadap semua masalah-masalahku. Thanks for all your advices.. You're like my brother....



Jumat, 01 Oktober 2010

My Never Ending Story -Part 3: UNTITLED-

Lagi geje......
Bingung mo ngapain
Bingung mo nulis apa....
Bengong doang di rumah.....


Mo nyicil proposal males...
Mo belajar Scilab males....
Mo maem siang tapi masakan lagi dalam proses...
Mo bobok kok udah bosen....


Maka hanya sedikit kata ini yang tertuang,
sedikit ide yang terlintas
daripada kagak ditulis ntar ilang
mending ditulis sekarang walau geje





*Ketika kamu sering jatuh dalam hidupmu, maka dari situlah kamu belajar rasa sakit
*Ketika kamu merasa Tuhan terlalu sering memberi cobaan padamu, maka dari situlah kamu akan tahu betapa Dia ingin mengajarkanmu untuk menjadi orang yang lebih kuat
*Ketika Tuhan belum menjawab "ya" atas semua doamu, maka dari situlah kamu akan belajar untuk bersabar
*Ketika kamu merasa tak ada satu orang pun mau mendengar ceritamu, maka ingatlah Tuhan akan selalu ada untukmu
*Ketika kamu kesal tak ada satu orang pun menghargai jerih payahmu, maka dari situlah kamu belajar ikhlas
*Janganlah berharap semua orang bisa mengerti kamu sebelum kamu belajar untuk memahami orang lain
*Janganlah berduka ketika cintamu pada seseorang tak terbalaskan. Patah hati adalah hal biasa. Justru dari patah hati itulah kamu belajar apa arti sesungguhnya dari kasih: selalu memberi meski tak diberi
*Percayalah kalau setiap orang telah dibuatkan skenario hidup masing-masing oleh Tuhan. Jangan pernah iri melihat kondisi orang lain. God knows what the best for you more than you know..
*Jangan jadikan kegagalanmu sebagai musibahmu, namun buatlah kegagalanmu sebagai anugerah dari Tuhan agar kau bisa bangkit lagi. Remember: Tuhan tak akan membiarkan kamu jatuh sampai tergeletak
*Jangan pernah terbesit di pikiranmu kalau Tuhan begitu jahat kepadamu dengan memberimu berbagai cobaan yang mungkin sangat sulit kau lalui. Ada lagu berlirik: Tuhanmu tak akan memberi ular beracun pada yang minta roti. Cobaan yang engkau alami tak melebihi kekuatanmu
*Last: ketika kamu merasa menjadi orang paling lemah di dunia, ingatlah bahwa justru melalui segala kekurangan dan kelemahanmulah Tuhan akan menunjukkan kebesaranNya kepada manusia. God made you so weak to show how much strong God is! (bener ga yo?? mbuh lah..hahaha)






Ternyata masakan untuk maem siang sudah siap...
Inilah ending dari tulisan ini
Maaf kalau geje luar biasa
Semoga berguna.....

....Antara Bus Patas AC dan Bus Ekonomi.......

Cerita berawal dari hari Minggu, 4 Juli 2010. Saya saat itu harus balik ke Semarang lantaran alasan yang tak bisa dibantahkan, yaitu mau ujian. Berangkat dari rumah sekitar jam sembilan an. Sampai di terminal sekitar jam sembilan lebih dikit. Saat itu saya diantar bapak saya dan saya agak emosi juga kenapa bisnya lama amat datangnya. Akhirnya sekitar jam setengah sepuluh dari nun jauh di sana kelihatan bis jurusan semarang akan lewat.
----namun setelah dilihat lebih jelas dengan kacamata baru saya (*pamer*), ternyata itu bukanlah bis yang biasa saya naiki (*baca: bus patas AC >>>mahal!!!!)-------

tapi entah kenapa bapak saya menyuruh saya naik bis itu aja dan memberi tambahan duit sepuluh ribu buat ongkos sesaat sebelum naik (*bapak saya baik banget....*). dan situlah segalanya berawal....


Saat pertama kali menjejakkan kaki di bis patas, ada feeling different di sana. Muka-muka penumpangnya pada eksklusif abis dengan hampir semua kuping mereka pake headset. Tak ada wajah bersahabat dan keliatan cuek (*pokoke saya benget!!!*). Lalu saya nyari-nyari tempat duduk dan akhirnya dapat di belakang sendiri.


Menit demi menit saya jalani kemudian saya ambil kesimpulan ga mau lagi naik bis patas AC >>> atis tenan, bikin kebelet pipis!!! tiba-tiba ada suara mengejutkan saya: turun mana mbak? lalu saya menoleh ke sebelah saya (*baru nyadar sebelah saya mas2..tapi enak aja manggil saya mbak. kayake tua dia deh*) dan menjawab seadanya: turun sukun, mas....


----lalu kemudian mas itu mulai ngoceh terus...tanya2 saya kuliah di mana, ambil apa, semester berapa, bla..bla..bla... hingga kemudian saya tahu kalo mas2 sebelah saya tuh ternyata wartawan (*saya ga tanya, dia aja yang kebanyakan ngoceh*). obrolan berlanjut hingga piala dunia dan ternyata kami sama-sama habis kecewa gara Argentina dikalahin Jerman. nah, mulai obrolan itu saya jadi rada semangat -------


----dan tiba-tiba ketika sudah mulai hilang bahan pembicaraan, mas tadi nawarin headset nya buat ndengerin lagu bareng (*busyet..ni mas sok akrab amat...tapi setelah dipikir-pikir ga ada salahnya juga*). ternyata lagu-lagune mas e ga jelek2 amat. seleranya grup band macam queen, scorpion, green day... saya nikmati sajalah-------


dua jam berlalu, kota Semarang telah menanti kedatangan saya. Saya turun duluan daripada mas e dan mengucapkan makasih buat headsetnya.


***lalu saya baru sadar dari tadi saya dan dia ngoceh tanpa tahu nama kami masing-masing...tapi saya anggap itu hal biasa...ga perlu kenal juga kan...cuma temen ngobrol 2 jam menuju Semarang***



Ternyata kisah berlanjut......

Kamis, 15 Juli 2010 (pas ultahnya Piyu Padi----happy birthday Piyu) saya memutuskan kembali ke kota asal saya, Magelang, setelah sehari sebelumnya ujian berakhir. Saya berangkat udah pagi banget namun apa yang saya dapat??? Bis ekonomi jurusan yogya kagak ada yang lewat. Justru patas Nusantara banyak yang lewat (*dan saya ga mau naik. alasan klasik: mahal plus atis).


Setelah lama menunggu akhirnya bis ekonomi datang juga. tapi entah kenapa saya naik bis yang benar-benar ekonomi --- sudah sangat tua dan suara mesinnya berisik minta ampun----


De javu.... ketika tiba-tiba ada suara mengagetkan saya lagi: eh jejer lagi... lalu saya menoleh dengan tampang rada bego dan bingung. suara sebelah saya berkata lagi: dulu kita pernah sebelahan naik patas (*sambil tersenyum sok akrab*). kemudian memori di otak ini mulai berputar kembali... dan akhirnya saya ingat juga siapa sebelah saya ini.. tak lain tak bukan ya mas yang di bis batas yang ga bisa berhenti ngoceh itu.


----kembali dia ngoceh sepanjang jalan... hingga akhirnya saya tahu siapa namanya (*dia duluan yang nyebut, saya si ga peduli namanya siapa*). dia ngajak ngomong hal-hal yang bermutu kayak film, novel, musik, bola. mungkin karena dia wartawan, jadi obrolannya ya bermutu. tiada tanda-tanda laki-laki genit pada dirinya. hanya emang suka ngoceh tuh orang, mungkin sebagai pelepas kejenuhan di perjalanan. saya bisa simpulkan: mas tadi orangnya baik dan sopan plus ramah----


Akhirnya saya sampai juga di kota Magelang tercinta setelah melewati perjalanan yang begitu lama karena ada kemacetan di daerah Banaran (gara-gara ada trailer njungkal). tak lupa sebelum turun saya pamitan ama mas itu. dan kata-kata terakhir muncul dari bibirnya: See you on the next our bus!! (*lagi-lagi sambil senyum*). dan saya hanya membalas dengan senyum meringis (*dalam hati bilang: sumpah ya ni orang pede banget!!!)



----finally...i don't understand what's the meaning of my story...saya merasa ini hanya kebetulan, walau ada yang ngotot juga bilang ini bukan kebetulan------